Hari itu, aku banyak
diam. Entahlah. Saat itu aku merasakan kegelisahan dalam batinku. Lama waktu
menunggu tak pernah tiba, aku pun mencoba memberanikan diri menuliskan namanya
dilayar teleponku. “Ah, kenapa tidak aktif?” batinku menerka setelah menjauhkan
telepon dari telingaku. Beberapa kali ku dekatkan teleponku ke telinga untuk
memastikan yang kudengar adalah kebenaran. Sebanyak aku mendekatkan teleponku
ketelingaku maka semakin banyak pula aku mendengar kalimat yang tidak ingin ku
dengar itu. Aku menghentikan kegiatanku itu, kemudian kembali aku memberanikan
diri mengirimkan pesan di tempat lainnya, “Ah, kenapa ceklis?” batinku kembali
menerka kemudian diikuti pertanyaan lain yang terus berputar dikepalaku.
Khawatir, tidak, lebih dari itu. Batinku terus bertanya apakah ada yang salah
denganku? Berkali-kali aku menjerit kepada batinku, sekali lagi kepada batinku,
berkali-kali, untuk terus introspeksi diri mungkin ada yang sesuatu hal yang
membuatnya sakit atau yang lain. Lelah bermain dengan otakku yang tak kunjung
kutemukan jawaban. Aku dikejutkan dengan kemunculan statusnya beberapa detik
yang lalu diberanda akun-ku. Tanpa kusadari, aku telah mengukir seulas senyum
di wajahku. Senang. Iya, senang. Pesan yang ku kirim juga sudah dibaca, tapi
memang tidak ada balasannya. Hehe. Tak puas rasanya dan masih terbelenggu
banyak pertanyaan, beberapa kali ku berikan ide-ide ke otakku dan kuperkirakan
resikonya, aku pun berfikir sebaiknya kali ini tidak hanya memanggil, ku kirim
pesan berisikan kalimat pertanyaan “Pak, nomornya tidak aktif ya?”
Pesan itu kukirm, kamar mandi seakan memanggilku. Ku
letakkan teleponku diatas meja belajar kemudian dengan seegera melangkahkan
kakiku ke kamar mandi sambil terus memandangi teleponku kalau-kalau datang
balasan, aku akan berkata aku akan pergi mandi sebentar dan tunggu aku selesai.
Sayangnya, beberapa detik ku tunda kepergianku, nihil~ wkwk. Kenyamanan ini
mungkin sudah membuatku melampaui batas, mudah lupa, mudah tertidur, tidak
berfikir jernih dan mementingkan diri sendiri. Benar-benar di ambang
kehancuran. Entahlah. Aku tidak mengerti. Bukan, aku belum mengerti. Aku belum
mengerti hal serumit ini. Ku kira sesederhana ini, melakukan yang terbaik dan
mereka akan melakukan yang terbaik juga untukmu, terus menjaga perasaan mereka
dan mereka akan menjaga perasaanmu juga. Ternyata tidak. Tapi tak apa. Mungkin aku
masih belum melakukan yang terbaik. Bahkan aku belum melihat matahari itu
menutup hari. Tak apa, aku baik-baik saja. Berjanjilah nov, kau akan
memperbaiki diri lagi dan menjadi lebih baik lagi.