Pages

Pages - Menu

Pages - Menu

Rabu, 10 Juli 2013

Sekayu (Other History_)

Dahulu kala, hiduplah dua keluarga yang berbeda status. Mereka adalah si miskin dan si kaya. Si kaya mempunyai segalanya, kebun dimana-mana dan harta berlimpah. Sedang si miskin hanya rumah tua yang sudah reot dengan tanah yang menumpang di si kaya. Si kaya mempunyai anak tunggal perempuan yang bernama Syafira Marfuah. Dia hidup bahagia di dalam rumah yang megah itu. Sedang si miskin selalu kesusahan untuk makan.
Diam-diam, anak si kaya selalu memberi makan  si miskin. Apalagi, anak si miskin sangat tampan. Dia melakukannya secara diam-diam karena orang tuanya tak mau anaknya bergaul pada orang miskin. Dilakukannya perbuatan itu setiap hari. Lama-kelamaan anak si miskin berani untuk mengajak Syafira untuk ke hutan menikamati angin sore diatas rumah pohon. Bukan main senangnya si Syafira. Bahkan dia ingin di ajak setiap sore kesana.
Suatu sore, Syafira meminta izin kepada ibunya untuk pergi jalan-jalan. Karena kecurigaannya, sang ibu mengirim pengawal untuk selalu mengawasi si Syafira.
“Ngapain kamu disini?” tanya Syafira pada pengawalnya.
“Ampun, putriku. Hamba hanya diperintahkan oleh ibu putri.”
“Ohhh.. kalau begitu kau harus menjaga rahasia ini ya!”
“Memangnya tuan putri mau kemana?” tanya si pengawal penasaran.
“Saya akan pergi ke hutan.”
“Tapi, itu kan bahaya, tuan putri?”
“Sudah diam saja kamu, aku punya teman untuk kesana. Sekarang cepat kamu pulang sana!” perintahnya dengan agak kasar.
            Si pengawal tak berani untuk menentang sang majikannya. Lalu, pulanglah dia kerumah. Setibanya di rumah, dia ditanya oleh ibu Syafira kemana buah hati kesayangannya pergi. Setelah si pengawal menjawab bahwa anaknya pergi ke hutan. Dia marah besar. Sang pengawal ketakutan dan lari terbirit-birit. Dan tidak pulang selama seminggu ke rumah majikannya.
            Malamnya, sang putri pulang. Ibunya langsung memeluknya.
“Kemana saja kamu ini Syafira?. Ibu sangat khawatir dan was-was menunggu kehadiranmu” ucapnya bergetar.
            Namun, Syafira hanya diam. Dia takut ibunya akan marah. “Kalau saja ibu tahu aku pergi ke hutan bersama anak sebelah, pasti aku dimarah.”pikirnya dalam hati. Kemudian dia langsung masuk ke kamarnya. Hiasan kamar yang elegan membuatnya terbayang-bayang dengan kejadian sore tadi bersama anak yang tampan itu. Disana dia di ajak untuk memakan buah petai cina. Dia merasa sangat senang sekali. Mengingat dia tak pernah diajak oleh seorang lelaki pun untuk jalan bersama, kecuali lelaki tampan yang miskin itu.
            Seluruh kebun jeruk dan pohon parah yang dimiliki oleh orangtuanya tak mampu untuk membuat Syafira bahagia. Dia menyarankan kepada orangtuanya untuk menanam pohon petai cina di sela-sela kebun oramgtuanya. Dia sangat senang tatkala pohon itu tertancap di tengah-tengah kebun jeruknya.
“Terima kasih, Ayah. Aku sangat menyayangimu?” ucapnya setulus hati.
“Iya anakku. Aku senang pulek misal nga senang1.” Balasnya dengan suara cemprengnya.
Hari itu benar-benar hari yang paling membahagiakan untuk Syafira. Bahkan dia berencana untuk mengajak anak si miskin untuk membuatkannya rumah pohon disana.
            Keesokan harinya, dia mengajak anak misikin yang tampan itu di pohon petai cina-nya. Sang lelaki menyiratkan bahwa ia juga senantiasa senang bisa diajak kesana. Tiba-tiba ayah Syafira datang dan marah-marah.
“Kenapa kamu disini, miskin. Aku tak sudi anakku dekat-dekat kamu.”
“Maaf, Pak.” Balasnya singkat.
“Sudah pergi sana!. Anakku tak butuh orang seperti kamu.”
Hinaan demi hinaan diterimanya dengan lapang dada. “Aku kini sedang belajar sabar.”ucapnya dalam hati. Kemudian ayah Syafira mendorong anak tampan tapi miskin itu hingga tersungkur. Kemudian, dia bangkit dan pulang kerumah.
“Dasar tak tahu terima kasih. Sudah ditumpangi tanah mau numpangi anak saya juga. Dasar kurang ajar.”tanpa sadar sang ayah telah mengucapkan kata-kata yang begitu menusuk hati bagi sang lelaki.
Sedang anaknya, menagis menyaksikan ayahnya bersikap kasar terhadap orang yang di cintainya. Orang yang telah membuat hidupnya lebih bermakna dan berwarna. Namun, ayahnya seperti tak tau terima kasih. Setibanya dirumah Syafira menjelaskan semuanya.
“Ayah, sebenarnya dialah orang yang paling berarti setelah ayah dan ibu. Dia memberikan semangat untuk aku hidup. Sedang ayah tak pernah memberikan  perhatian kecuali ibu. Aku kesepian. Aku inginkan orang yang bisa membuatku tertawa, bisa membuatku bisa merasakan dunia yang sebenarnya.”
“Memangnya, selama ini kau tak merasakan itu semua.”tanya ayahnya dengan lembut.
“Tidak, ayah. Aku merasa hidupku paling suram sebelum kehadirannya. Tapi kini semua itu berubah. Bisakan ayah mengerti sedikit tentang perasaanku.”
“Baiklah, kuizinkan kau untuk bersama dengannya.”
            Setelah itu, langsung saja dia menemui lelaki tampan yang akan segera kaya itu. Mengajaknya kerumah pohon dan mengambil buah pohon petai cina. Ketika dia sedang memanjat pohon itu. Ranting pohon itu lepas dari pohon.
“Seka-kayu, Seka-kayu.” ucap gadis itu berulang-ulang.


            Lama-kelamaan, kata “Seka-kayu” menjadi kata “Sekayu”. Jadilah kota Sekayu hingga saat ini.
*Aku juga senang jika kau senang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar