Pages

Pages - Menu

Pages - Menu

Kamis, 27 Juli 2017

Cita-citaku

 

             Ku akui tidak banyaknya waktu yang dihabiskan dirumah membuatku sedikit lalai akan kondisi di sekitarku. Aktivitas yang kerap disebut sebagai kesibukan seakan membuat lupa seharusnya aku bagaimana. Ikatan emosional yang sebenarnya sangat kuat hanya sebatas dirasa saja kemudian terlewat. Ini kesalahanku. Kemudian jika aku ingin memperbaikinya tidak salah bukan? Libur semester empat yang kuhabiskan dirumah dengan benar-benar membuka mata adalah awalnya.  Memiliki seorang adik perempuan kelas dua sekolah dasar dengan usia yang relatf muda (6.5 tahun) membuat sudah biasa ibuku menyiapakan segala keperluannya. Belum lagi, adikku yang kelas lima kadang harus masih ibuku yang turun tangan mengurusnya. Ditambah pula ayahku dirumah yang membantunya. Namun akhir-akhir ini adik kecilku itu sudah bisa, menyiapkan segala keperluannya walaupun tidak sendirian semuanya. Kemudian aku? Pekerjaan rumah biasa saja yang dikerjakan sedang ketika pagi-pagi sekali lebih ke mengamati. Maklum saja jarang dirumah membuatku tak tau banyak tempat barang-barang adik-adikku itu. Jadilah mereka tak bertanya padaku. Pun ayahku. Dikit-dikit ibu. Dikit-dikit ibu. Semuanya ibu.
            Hari ini, sudah dua hari ini, ibuku pergi ke sawah pagi-pagi sekali. Jam 7 pagi bersama ayah sudah siap untuk pergi. Sedang adik kecilku sekolah pukul 10 pagi. Adalah tugasku sampai ke waktu itu untuk menggantikan ibuku, menurutku. Ibu tidak memintaku, tapi sudah seharusnya bukan? Sudah cukup waktu yang kemarin mengamati. Sekarang waktunya eksekusi. Dalam prosesmya, aku melihat ibuku dengan mudah menjalani perannya. Apalagi benar-benar melakukannya dengan senang hati dan tanpa keluh kesah. Satu per satu persoalan menjadi jelas. Menyiapkan ini dan menyiapakan itu dengan ikhlas. Semua ibu begitu, bukan? Begitu pula seharusnya aku, kan?
            Melakukan pekerjaan rumah bersama adik ditambah mandi bersama, menyiapkan alat-alat untuk sekolah, belajar berhitung dan membaca serta mengantarkan didepan pintu untuk berangkat sekolah sampai menyambut kembali didepan pintu ketika pulang adalah luar biasa. It touches me. Sepanjang waktu mengajarkan adikku cara berhitung dan membaca, benar-benar terasa, this is how I feel my dream. Benar-benar mengingatkanku tentang cita-citaku. Seorang guru. Tepatnya guru bahasa inggris, di desaku. Ketidaktahuan dan ketidakbisaanku pada pelajaran bahasa inggris saat pertama kali kelas lima kepindahanku ke sekolahku yang baru dari desaku memotivasiku. Semua orang belajar bahasa inggris sedari kelas satu (He, She, It, I, We, They You). Pun dari taman kanak-kanak jikalau kulihat adikku. Aku? I thank God for everyting I have now. Allhamdulillah. Setidaknya sedikit demi sedikit nanti aku bisa mengajarkannya pada anak-anakku. Pun adik-adikku jika mereka membutuhkanku.  Tidak hanya bahasa inggris saja. Semua yang aku bisa, tanyakan saja. Memang dalam mengajarkannya tidaklah mudah. Kuakui saja, kemarin belajar berhitung dan membaca benar-benar membutuhkan kesabaran ekstra. Mungkin jika anak sma atau mahasiswa lebih mudah. Tapi ini siswa kelas dua. Menurutku sama saja, tanggung jawabnya bahwa mereka harus bisa. Wah, amazing sekali rasanya. Berkali-kali rasanya terbawa suasana, kuingatkan diriku, lagi kuingatkan diriku dengan mengajak adikku tertawa, agar tak bosan dirasanya. Sesekali  kugambarkan angka sampai bunga untuk mengilustrasikannya agar lebih mudah dipahaminya. Cara belajar seseorang memang tidaklah sama.
Gaya belajar ada yang auditorial, visual, kinestetik, global dan analitik. Auditorial dimana berkaitan dengan pendengaran. Yaitu proses proses belajar menghafal, membaca maupun matematika dalam mengerjakan soal cerita. Artinya pelajaran akan lebih mudah diserap apabila mendengarkan. Visual yaitu pelajaran akan lebih mudah diingat apabila melihat (misalnya proses belajar seperti matematika (Geometri), bahasa mandarin dan arab, atau yang berkaitan dengan simbol-simbol atau letak simbol). Kinestetik bearti belajar melalui praktek langsung atau manipulasi (trik, peraga). Gaya belajar global yaitu cenderung melihat segala sesuatu secara menyeluruh, dengan gambaran yang besar sedangkan gaya belajar analitik berarti memandang sesuatu cenderung lebih terperinci, spesifik dan teratur (Porter et al, 2002).
Gaya belajar yang tidak sama tersebut membuktikan bahwa kecerdasan seseorang tidaklah sama pula. Begitu pula proses penyerapannya. Tergantung kegigihan dan kerajinan seseorang, bukan? Oleh karena itu, kenali keluarga kita. Baik adik maupun anak-anak kita. Karena disekolah ada banyak siswa. Siapa lagi yang akan mengajarkannya, bukankah kita?  
Adikku salah satunya, menurutku adikku lebih cenderung ke gaya belajar Kinestetik dimana apa yang dilihat dan dibacanya akan mudah diingat apabila dituliskan dan dipraktikan dengan bahan-bahan misalkan perumpamaan. Tetapi menurutku, apa yang paling nyaman maka itu adalah gaya belajar kita. Ciptakan gaya belajar kita sendiri. Seperti firman Allah swt. berikut ini:
فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
 Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan (QS Ar-Rahmaan: 13)
            Menjadi guru memang cita-citaku dahulu, kalau tidak untuk orang banyak, sekarang untuk diri sendiri dahulu dan orang-orang disekitarku, juga  tentunya adikku. Insha allah. Jika Allah mengizinkannya di masa depanku. Selain itu, waktu yang  masih terus berjalan sampai detik ini, masih dapat kunikmati bahkan sekalipun untuk belajar dan memperbaiki diri. Sungguh, nikmat Allah swt. sangatlah banyak. Mempunyai cita-cita juga nikmat-Nya. Allhamdulillah. Whoever will be with me in the future pls help and guide me for doing my best.
Sumber gaya belajar: Click here!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar