Sekayu. Sekayu. Banyak banyak cerita yang
mengisahkan nama tersebut. Salah satunya adalah ditulis dalam Buku Berjudul
“Bumi Serasan Sekate Dan Penduduknya Oleh DR (Mc) Drs. H. Yusman Haris yang
intinya mengenai Asal nama Sekayu, bermula dari perdamaian antara warga Kampung
Pangkalan Balai dengan Warga kampang Soak, yang mana pada waktu berdamai,
hidangan-makan atau minumnya dialas dengan Dasar (kain Belacu Sekayu) namun
tidak menyebutkain Tahunnya terjadina itu kapan? Dan juga ada yang berpendapat
dari pertemuan dua orang bersaudara atau adik dan Ayuk naik pohon kayu lalu “Seka”
atau koyak dahan kayu itu.
Memang
Putri ketiga cantiknya melebihi saudaranyat waktu kecil sering gemar mengikuti
orang tuanya berladang di seberang Dusun Soak yaitu Sekayu sekarang, selain itu
Sak Ayu mempunyai Kundu atau Tua Padi, mungkin saja sesuai zamannya bahwa Dia
keturunan Orang sakti lagi terpandang dan dikasih Jabatan Hulu Balang zaman
Depati Sahmad Bin Sakaji.
Nama
‘Sak Ayu’ atau Kota Sekayu dikenal warganya sejak ± 1745 M dan dari fakta serta
data sebutan bagi Orang Desa sekeliling ‘Sekayut’. Jika hendak ke kota Sekayu,
Bila ditanya hendak kemana ? Maka
jawabnya hendak ke SEKAYU , lidah atu dialek/ucapan ini sekarang masih tetap.
Kota
Sekayu tempo dulu, adalah kota Marga Mantri Melayu , yang asal nama itupun
diambil dari bujang Melayu ( Rio Kaos ) semasa Depati Sahmad beliau adalah Juru
tulis Marga dan memang orangnya pendatang dari Tanah Melayu (Malaka) merantau
ke Daerah Musi dan menetap di Dusun Soak ( Nama Sekayu 2) dulu dan menikah
dengan keponakan Puyang Depati Sahmad Bin Sahaji , maka dari contoh nama -nama
tersebut memberikan nuansa kepada kita yang ada sekarang.
Sekayu
adalah sebuah kecamatan yang menjadi ibukota dari Musi Banyuasin sekaligus kota
yang berada di bawah naungan Sumatera Selatan. Sekayu berdiri pada tahun 1745
M. Artinya kota Sekayu pada tahun 2006 telah berumur ± 261 Tahun. Kota yang
bisa di jangkau dalam waktu ± 3 jam dari kota Palembang, Sumatera Selatan,
Indonesia ini memiliki berbagai macam
keunikan dan keunggulan dari kecamatan lainnya yang berada di Sumatera Selatan
serta sejuta prestasi yang membanggakan. Prestasi tersebut mulai dari dunia
pendidikan hingga budayanya yang tersohor ke seluruh penjuru dunia. Salah satu
prestasi besar dalam dunia pendidikan ialah berkesempatannya siswa SMAN 2
Sekayu mengukir sejarah dan menginjakkan kakinya di bumi Turki dalam rangka
mengikuti lomba mewakili Indonesia. Tentu saja hal itu tidak dapat diraih jika
masyarakatnya tidak memiliki semangat tinggi dan bekobar seperti api. Sesuai
dengan semboyan daerah yang telah temurun mendarah: mati dem asak ngetop (biar
mati yang penting ngetop => yang penting tercapai keinginan). Begitulah
mereka, suku Sekayu rela berdarah-darah dalam mengejar harapan-harapannya. Biar
mati yang penting tercapai keinginan. Masyarakat Sekayu dalam mengejar harapan,
tergolong ambisius.
Masyarakat Sekayu tersebar keluar di
beberapa tempat di propinsi Sumatera Selatan. Arti hurufiah Sekayu adalah `satu
kayu', maksudnya adalah sepotongan kain panjang yang digelar di mana di atasnya
mereka duduk untuk makan bersama. Ukuran standar dari panjangnya kain disebut
sekayu. Suku Sekayu, adalah
salah satu komunitas suku yang bermukim di kabupaten Musi Banyuasin provinsi
Sumatera Selatan. Populasi suku Sekayu diperkirakan lebih dari 250.000 orang.
Suku Sekayu hidup di rumah-rumah
yang didirikan di tepi sungai atau di atas permukaan air sungai di sungai Musi.
Mereka dari sejak dahulu sudah hidup menetap di wilayah ini.. Tidak
seperti umumnya suku-suku di Indonesia, suku Bugis, Minangkabau atau Jawa, suku
Sekayu jarang berpindah-pindah ke tempat yang jauh. Mereka adalah suku bangsa yang
betah hidup di wilayah mereka sendiri, jarang melakukan perantauan atau
bermigrasi ke daerah lain. Pergerakan mereka biasanya paling jauh hanya sampai
kota Palembang. Bahkan tidak jarang ditemui masyarakat dari daerah lainnyalah
yang melakukan perantauan atau bermigrasi ke Sekayu, Musi Banyuasin.
Rumah-rumah suku Sekayu ini berbentuk rumah
panggung. Sebagian besar mereka mendirikan rumah mereka di atas permukaan
sungai, atau di tepian, tetapi tidak sedikit yang membangun rumah jauh dari sungai. Salah satu kebudayaan
asli yang berkembang dalam masyarakat Sekayu adalah senjang. Senjang adalah salah satu bentuk media
seni budaya yang menghubungkan antara orang tua dengan generasi muda atau dapat
juga antara masyarakat dengan pemerintah didalam penyampaian aspirasi yang
berupa nasehat, kritik maupun penyampaian strategi ungkapan rasa gembira.
Disebut Senjang karena arena antara lagu dan musik tidak saling bertemu,
artinya kalau syair berlagu musik berhenti, kalau musik berbunyi orang yang
bersenjang diam sehingga keduanya tidak pernah bertemu.
Sistem kekerabatan pada suku Sekayu
berdasarkan hubungan patrilineal. Para istri wajib memelihara peraturan dan
keharmonisan rumah tangga. Tradisi suku Sekayu adalah selalu menginginkan anak
laki-laki, karena dianggap sebagai jaminan bakal negeri (memperkuat kuasa
mereka) dan jaminan kelanjutan garis keturunan mereka (negakke jurai)
atau marga.
Bahasa yang diucapkan oleh
masyarakat suku Sekayu, adalah bahasa Melayu Sekayu, yang masih dekat dan mirip
dengan bahasa Palembang. Bahasa suku Sekayu dikelompokkan ke dalam rumpun
bahasa Malayic. Bahasa Sekayu biasanya berfonem ‘e’, contohnya jika bahasa
Indonesia apa, siapa dan dimana maka dalam bahasa Sekayu akan menjadi ape,
siape dan dimane.
Masyarakat suku Sekayu hampir
seluruhnya adalah penganut agama Islam, dan hanya sebagian kecil yang memeluk
agama Kristen. Setiap desa di Sekayu selalu terdapat bangunan rumah ibadah
mesjid atau langgar. Tetapi walaupun pada umumnya mereka telah beragama, tetapi
sebagian besar dari mereka masih menjalankan beberapa praktek okultisme dan
kepercayaan animisme yang mungkin berasal dari masa nenek moyang mereka dahulu.
Mereka sering pergi ke dukun (ahli nujum) di saat menghadapi masalah dan
kesulitan.
Masyarakat suku Sekayu hidup pada bidang pertanian. Mereka
menanam padi sawah atau padi ladang, selain itu mereka juga menanam ubi kayu,
jagung, kacang tanah dan kedelai. Sementara itu tanaman karet, cengkeh dan kopi
juga menjadi sektor perkebunan utama mereka. Pada kerajinan industri rakyat
yang terkenal dari wilayah Sekayu adalah berupa batu-bata dan genteng.
Masyarakat suku Sekayu yang bermukim di Palembang, beberapa dari mereka sukses
menduduki sektor pekerjaan penting, mulai dari guru, dosen universitas, ahli
riset, hartawan dan pengembang lahan, pekerja galangan dan juga sebagai penarik
becak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar