Minggu, 23 Juni 2013

Sekayu

           Sekayu. Sekayu. Banyak banyak cerita yang mengisahkan nama tersebut. Salah satunya adalah ditulis dalam Buku Berjudul “Bumi Serasan Sekate Dan Penduduknya Oleh DR (Mc) Drs. H. Yusman Haris yang intinya mengenai Asal nama Sekayu, bermula dari perdamaian antara warga Kampung Pangkalan Balai dengan Warga kampang Soak, yang mana pada waktu berdamai, hidangan-makan atau minumnya dialas dengan Dasar (kain Belacu Sekayu) namun tidak menyebutkain Tahunnya terjadina itu kapan? Dan juga ada yang berpendapat dari pertemuan dua orang bersaudara atau adik dan Ayuk naik pohon kayu lalu “Seka” atau koyak dahan kayu itu.
Setelah diadakannya penelitian dan langsung bermunajat diatas Makom Puyang Depati Kampung Empat , lalu mendapat wansit bahwa Nama Sekayu adalah dari Namanya salah satu Putri Puyang Kilat Kemarau (Tahaji¬bin Sajidin ) yaitu Sak Ayu, Putri Ketiga silsilah keturunannya.
Memang Putri ketiga cantiknya melebihi saudaranyat waktu kecil sering gemar mengikuti orang tuanya berladang di seberang Dusun Soak yaitu Sekayu sekarang, selain itu Sak Ayu mempunyai Kundu atau Tua Padi, mungkin saja sesuai zamannya bahwa Dia keturunan Orang sakti lagi terpandang dan dikasih Jabatan Hulu Balang zaman Depati Sahmad Bin Sakaji.
Nama ‘Sak Ayu’ atau Kota Sekayu dikenal warganya sejak ± 1745 M dan dari fakta serta data sebutan bagi Orang Desa sekeliling ‘Sekayut’. Jika hendak ke kota Sekayu, Bila ditanya hendak  kemana ? Maka jawabnya hendak ke SEKAYU , lidah atu dialek/ucapan ini sekarang masih tetap.
Kota Sekayu tempo dulu, adalah kota Marga Mantri Melayu , yang asal nama itupun diambil dari bujang Melayu ( Rio Kaos ) semasa Depati Sahmad beliau adalah Juru tulis Marga dan memang orangnya pendatang dari Tanah Melayu (Malaka) merantau ke Daerah Musi dan menetap di Dusun Soak ( Nama Sekayu 2) dulu dan menikah dengan keponakan Puyang Depati Sahmad Bin Sahaji , maka dari contoh nama -nama tersebut memberikan nuansa kepada kita yang ada sekarang.
Sekayu adalah sebuah kecamatan yang menjadi ibukota dari Musi Banyuasin sekaligus kota yang berada di bawah naungan Sumatera Selatan. Sekayu berdiri pada tahun 1745 M. Artinya kota Sekayu pada tahun 2006 telah berumur ± 261 Tahun. Kota yang bisa di jangkau dalam waktu ± 3 jam dari kota Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia  ini memiliki berbagai macam keunikan dan keunggulan dari kecamatan lainnya yang berada di Sumatera Selatan serta sejuta prestasi yang membanggakan. Prestasi tersebut mulai dari dunia pendidikan hingga budayanya yang tersohor ke seluruh penjuru dunia. Salah satu prestasi besar dalam dunia pendidikan ialah berkesempatannya siswa SMAN 2 Sekayu mengukir sejarah dan menginjakkan kakinya di bumi Turki dalam rangka mengikuti lomba mewakili Indonesia. Tentu saja hal itu tidak dapat diraih jika masyarakatnya tidak memiliki semangat tinggi dan bekobar seperti api. Sesuai dengan semboyan daerah yang telah temurun mendarah: mati dem asak ngetop (biar mati yang penting ngetop => yang penting tercapai keinginan). Begitulah mereka, suku Sekayu rela berdarah-darah dalam mengejar harapan-harapannya. Biar mati yang penting tercapai keinginan. Masyarakat Sekayu dalam mengejar harapan, tergolong ambisius.
Masyarakat Sekayu tersebar keluar di beberapa tempat di propinsi Sumatera Selatan. Arti hurufiah Sekayu adalah `satu kayu', maksudnya adalah sepotongan kain panjang yang digelar di mana di atasnya mereka duduk untuk makan bersama. Ukuran standar dari panjangnya kain disebut sekayu. Suku Sekayu, adalah salah satu komunitas suku yang bermukim di kabupaten Musi Banyuasin provinsi Sumatera Selatan. Populasi suku Sekayu diperkirakan lebih dari 250.000 orang.
Suku Sekayu hidup di rumah-rumah yang didirikan di tepi sungai atau di atas permukaan air sungai di sungai Musi. Mereka dari sejak dahulu sudah hidup menetap di wilayah ini.. Tidak seperti umumnya suku-suku di Indonesia, suku Bugis, Minangkabau atau Jawa, suku Sekayu jarang berpindah-pindah ke tempat yang jauh. Mereka adalah suku bangsa yang betah hidup di wilayah mereka sendiri, jarang melakukan perantauan atau bermigrasi ke daerah lain. Pergerakan mereka biasanya paling jauh hanya sampai kota Palembang. Bahkan tidak jarang ditemui masyarakat dari daerah lainnyalah yang melakukan perantauan atau bermigrasi ke Sekayu, Musi Banyuasin.
 Rumah-rumah suku Sekayu ini berbentuk rumah panggung. Sebagian besar mereka mendirikan rumah mereka di atas permukaan sungai, atau di tepian, tetapi tidak sedikit yang membangun  rumah jauh dari sungai. Salah satu kebudayaan asli yang berkembang dalam masyarakat Sekayu adalah senjang. Senjang adalah salah satu bentuk media seni budaya yang menghubungkan antara orang tua dengan generasi muda atau dapat juga antara masyarakat dengan pemerintah didalam penyampaian aspirasi yang berupa nasehat, kritik maupun penyampaian strategi ungkapan rasa gembira. Disebut Senjang karena arena antara lagu dan musik tidak saling bertemu, artinya kalau syair berlagu musik berhenti, kalau musik berbunyi orang yang bersenjang diam sehingga keduanya tidak pernah bertemu.
Sistem kekerabatan pada suku Sekayu berdasarkan hubungan patrilineal. Para istri wajib memelihara peraturan dan keharmonisan rumah tangga. Tradisi suku Sekayu adalah selalu menginginkan anak laki-laki, karena dianggap sebagai jaminan bakal negeri (memperkuat kuasa mereka) dan jaminan kelanjutan garis keturunan mereka (negakke jurai) atau marga.
Bahasa yang diucapkan oleh masyarakat suku Sekayu, adalah bahasa Melayu Sekayu, yang masih dekat dan mirip dengan bahasa Palembang. Bahasa suku Sekayu dikelompokkan ke dalam rumpun bahasa Malayic. Bahasa Sekayu biasanya berfonem ‘e’, contohnya jika bahasa Indonesia apa, siapa dan dimana maka dalam bahasa Sekayu akan menjadi ape, siape dan dimane.
Masyarakat suku Sekayu hampir seluruhnya adalah penganut agama Islam, dan hanya sebagian kecil yang memeluk agama Kristen. Setiap desa di Sekayu selalu terdapat bangunan rumah ibadah mesjid atau langgar. Tetapi walaupun pada umumnya mereka telah beragama, tetapi sebagian besar dari mereka masih menjalankan beberapa praktek okultisme dan kepercayaan animisme yang mungkin berasal dari masa nenek moyang mereka dahulu. Mereka sering pergi ke dukun (ahli nujum) di saat menghadapi masalah dan kesulitan.
Masyarakat suku Sekayu hidup pada bidang pertanian. Mereka menanam padi sawah atau padi ladang, selain itu mereka juga menanam ubi kayu, jagung, kacang tanah dan kedelai. Sementara itu tanaman karet, cengkeh dan kopi juga menjadi sektor perkebunan utama mereka. Pada kerajinan industri rakyat yang terkenal dari wilayah Sekayu adalah berupa batu-bata dan genteng. Masyarakat suku Sekayu yang bermukim di Palembang, beberapa dari mereka sukses menduduki sektor pekerjaan penting, mulai dari guru, dosen universitas, ahli riset, hartawan dan pengembang lahan, pekerja galangan dan juga sebagai penarik becak.
            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar