Duduk kami di
ruang tamu, kami menyebutnya begitu. Bercanda tentang beberapa hari ini, banyak
kabar gembira datang. Allhamdulillah. Pulanglah Abah, duduk diantara kami.
Adikku datang dan langsung menagih kehendaknya. Maklum, adikku pintar masalah
ini. Pajak jajan. Hahaha.
Aku yang mulai
belajar cara mengelola sendiri finansial, oh bukan, tepatnya kebanyakan semua
yang aku hasilkan kuberikan kepada ayah ibuku, beberapa kali aku membeli
keperluanku karena ibuku katakan “belilah sesuatu, belilah ini, belilah itu.”
Perempuan, pada
dasarnya sangat menyukai keindahan. Apalagi belanjaan. Ditambah lagi belanja
keindahan. Pendapatku, kebanyakan orang suka, iya kan? Begitu juga denganku.
Sesekali rasanya ingin ini, ingin itu. Tapi seseorang pernah menasihatiku “Belilah
jika itu mampu kamu pertanggung jawabkan nanti di akhirat. Setiap apa pun itu
yang kamu miliki, akan ada hisabnya.” Begitulah yang kuingat melalui pesan elektronik
yang cukup panjang hari itu. Namun kali ini aku katakan pada diriku “Bolehkah
aku tidak mengindahkan nasihat itu? Bolehkah sekali saja aku mengingkannya
lebih dari satu?”
Kuutarakan
niatku, dengan keluargaku pikirku, tak apa kan? Toh sudah tau denganku.
Aku memulai kalimatku “Bagaimana klo aku ingin ‘ini’ beberapa lagi? Aku maunya
ini, Bah. Yang ini juga. Aku mau” Dengan senyum sumringah ku bilang lalu
tertawa. Rasanya lucu juga ya meminta izin untuk hal- yang seharusnya tidak
perlu ditanyakan karena manfaatnya tidak sebanyak itu, apalagi fungsinya sama.
Tapi, perempuan, aku, penuh penasaran, ingin saja tau bagaimana respon Emak dan
Abahku, juga adekku. Aku tanyakan saja, daripada aku penasaran? Iya kan?
Sesuai dugaanku,
Abahku menyahut “Janganlah bermegah-megahan. Itu tidak boleh. Lalai akan dunia.”
Aku mengela
nafas, dan tersenyum, memang benar, begitulah Abahku berpesan beberapa waktu
lalu, jikalau ada kesempatan, mulai dari nasihat pernikahan sampai tentang
kehidupan “Sederhana saja. Jangan berlebihan.” Jadi, setiap kali menginginkan
hal yang lebih, jadi malu sendiri. Apalagi tentang dunia, yang sementara ini.
Berlebihan tentu
saja cenderung mengarah kemegahan, iya kan? Jangan sampai Kecintaan terhadap
dunia, kenikmatannya, dan keindahannya, melalaikan kita dari mencari akhirat,
sebagaimana bermegah-megah dengan banyaknya kenikmatan dan harta di dunia
sampai kematian menjemputnya adalah watak manusia. Yuk kita belajar, lagi dan
lagi, tentang ilmu agama. Supaya kita tau bahwa hikmah penciptaan adalah untuk
beribadah kepada Allâh semata, sehingga tidak lalai dan bermain-main saja di
dunia. Semangat!
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ
﴿١﴾ حَتَّىٰ زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ ﴿٢﴾ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ ﴿٣﴾ ثُمَّ كَلَّا
سَوْفَ تَعْلَمُونَ ﴿٤﴾ كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ ﴿٥﴾ لَتَرَوُنَّ
الْجَحِيمَ ﴿٦﴾ ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ ﴿٧﴾ ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ
عَنِ النَّعِيمِ
Bermegah-megahan
telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu,
kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu,
kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan
pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim,
dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin, kemudian
kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu
megah-megahkan di dunia itu).[At-Takatsur/102:1-8]
Sumber: Klik sini!