Aku menatapnya dari
tempat tidurku. Sayup, dia terlihat begitu jauh dimataku. Benda berwarna hitam
yang sudah pernah rusak itu, isinya kini kebanyakan adalah laporan-laporan
praktikumku atau bahan ajar yang harus kupelajari siang dan malam sebelum
tidurku. Beberapa kenangan sd, smp dan sma ku yang sempat diabadikan dalam bentuk fotografi hanya menyisakan memori
indah yang tak mampu ku ulangi. Sebenarnya masa itu indah, tapi aku lebih
memilih apa yang ada di hadapanku sekarang, lebih menikmati hidupku, bersyukur
atas yang ku punya saat ini. Agar kelak ku kan raih yang lebih baik lagi. Bukan
tak ingin kembali ke masa itu, tapi biarlah saat itu menjadi penyemangat diri
dikala sepi, menjadi motivasi ketika aku tersakiti, menjadi bagian dari
kepingan perjalanan hidup ku pastikan Rabb-ku sudah persiapkan untukku yang
lebih baik lagi.
Ini minggu yang sangat melelahkan. Aku hanya bisa menatap
semua kepunyaanku tanpa bisa menyapanya apalagi bercengkrama dengannya. Yah,
aku merasa ada yang salah padamu atau hatiku saja yang merasakannya berbeda. Tapi,
setiap ku tanya mengapa kau selalu
menjawab tak apa hingga membuatku tak lagi berani bertanya. Aku sudah kehabisan
akal. Mungkin kau benar-benar tidak bisa menceritakanya kepada siapa pun atau
hanya denganku kau seperti itu? Entahlah, pikiran liarku selalu saja negatif. Aku
hanya bisa bertanya pada diriku tentang bagaimana keadaanmu tanpa menemukan
jawabannya.
Berfikir sendiri di dalam otakku dan seakan aku berjuang
sendiri untuk menggapaimu, ini menyakitkan. Aku tidak mendengar kata penolakan
tapi aku merasa sikapmu padaku akhir-akhir ini begitu. Aku merasa kau hanya
tidak enak hati untuk mengatakannya, padahal dahulu bukan aku yang pertama kali
menyapamu. Seperti inilah, aku takut: aku takut ‘say hi’ pada semua orang yang
baru kujumpai. Aku takut mereka akan menghilang
seperti kau saat ini dan aku menderita tanpa arah dengan rasa lelah dan
bersalah yang entah dari mana. Semakin hari
kurasa kau semakin jauh. Kau juga tak kunjung datang padaku sedekar menyakan
bagaimana kabarku, apa yang aku lakukan, aku pergi bersama siapa dan pertanyaan-pertanyaan
lain seperti biasanya. Bahkan setiap kali aku datang, aku yang terus bertanya
dengan jawaban seadanya. Bukan untuk selalu ditanya seperti itu, setidaknya
beri aku kabar, tak apa walau tak setiap hari. Aku berfikir keras, siapa yang
salah disini? Apakah aku melakukan kesalahan? Apakah aku yang tidak bisa
menjagamu? Atau memang kau yang memutuskan untuk pergi? Ah, tidak, tidak. Inilah
yang paling mengerikan dan menakutkan.
Aku tak ingin itu terjadi. Berkali-kali aku meyakinkan
diriku bahwa itu bukanlah sautu kebenaran. Mungkin saja kau sedang tak ada
waktu atau kau lagi mempersiapkan sesuatu. Aku tidak tahu. Kau tidak
menceritakannya kepadaku. Kau bahkan pernah menulis ‘pusing,*emoticon mau
cerita kemana ya Allah’? Padahal aku disini. Tapi aku diam. Kau tau bagaimana
aku menekan rasa ingin tahuku itu, aku tidur lebih awal. Kembali pada kebiasaan
lamaku. Hari ini sama. Kau masih begitu. Aku memutuskan hanya untuk menunggu. Menatapmu
dari jauh seperti benda berwarna hitamku. Entahlah. Aku rindu. Tapi, sudahlah, aku sudah memutuskan hanya akan
menunggu hari dimana kau akan datang padaku. Aku akan berusaha tetap diam
disini.
Hari selanjutnya kuputuskan untuk menulis lagi. Ada banyak hal
yang bersarang dikepalaku. Ada banyak yang ingin aku ceritakan. Ada banyak yang
ingin aku tanyakan tapi aku tak tau harus bercerita dan bertanya pada siapa. Akir-akhir
ini aku punya hobi baru. Aku tidak bisa berhenti bicara dan aku lelah. Ceritaku
bahkan itu-itu saja yang terus kuulang. Tetang orang yang sama pada orang yang
sama. Mungkin orang yang kuajak bercerita bosan mendengarku jadi aku
memindahkannya kesini. Tak ingin ambil pusing, ini agar aku tenang tanpa rasa sesal.
Yah. Aku hanya ingin bertanya dimana seseorang yang mengagumkan itu?
will be continued...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar