Senin, 06 Februari 2017

Dimana? (1)

              Aku menatapnya dari tempat tidurku. Sayup, dia terlihat begitu jauh dimataku. Benda berwarna hitam yang sudah pernah rusak itu, isinya kini kebanyakan adalah laporan-laporan praktikumku atau bahan ajar yang harus kupelajari siang dan malam sebelum tidurku. Beberapa kenangan sd, smp dan sma ku yang sempat diabadikan  dalam bentuk fotografi hanya menyisakan memori indah yang tak mampu ku ulangi. Sebenarnya masa itu indah, tapi aku lebih memilih apa yang ada di hadapanku sekarang, lebih menikmati hidupku, bersyukur atas yang ku punya saat ini. Agar kelak ku kan raih yang lebih baik lagi. Bukan tak ingin kembali ke masa itu, tapi biarlah saat itu menjadi penyemangat diri dikala sepi, menjadi motivasi ketika aku tersakiti, menjadi bagian dari kepingan perjalanan hidup ku pastikan Rabb-ku sudah persiapkan untukku yang lebih baik lagi.
            Ini minggu yang sangat melelahkan. Aku hanya bisa menatap semua kepunyaanku tanpa bisa menyapanya apalagi bercengkrama dengannya. Yah, aku merasa ada yang salah padamu atau hatiku saja yang merasakannya berbeda. Tapi, setiap ku  tanya mengapa kau selalu menjawab tak apa hingga membuatku tak lagi berani bertanya. Aku sudah kehabisan akal. Mungkin kau benar-benar tidak bisa menceritakanya kepada siapa pun atau hanya denganku kau seperti itu? Entahlah, pikiran liarku selalu saja negatif. Aku hanya bisa bertanya pada diriku tentang bagaimana keadaanmu tanpa menemukan jawabannya.
            Berfikir sendiri di dalam otakku dan seakan aku berjuang sendiri untuk menggapaimu, ini menyakitkan. Aku tidak mendengar kata penolakan tapi aku merasa sikapmu padaku akhir-akhir ini begitu. Aku merasa kau hanya tidak enak hati untuk mengatakannya, padahal dahulu bukan aku yang pertama kali menyapamu. Seperti inilah, aku takut: aku takut ‘say hi’ pada semua orang yang baru kujumpai. Aku takut mereka  akan menghilang seperti kau saat ini dan aku menderita tanpa arah dengan rasa lelah dan bersalah yang entah dari mana.  Semakin hari kurasa kau semakin jauh. Kau juga tak kunjung datang padaku sedekar menyakan bagaimana kabarku, apa yang aku lakukan, aku pergi bersama siapa dan pertanyaan-pertanyaan lain seperti biasanya. Bahkan setiap kali aku datang, aku yang terus bertanya dengan jawaban seadanya. Bukan untuk selalu ditanya seperti itu, setidaknya beri aku kabar, tak apa walau tak setiap hari. Aku berfikir keras, siapa yang salah disini? Apakah aku melakukan kesalahan? Apakah aku yang tidak bisa menjagamu? Atau memang kau yang memutuskan untuk pergi? Ah, tidak, tidak. Inilah yang paling mengerikan dan menakutkan.
            Aku tak ingin itu terjadi. Berkali-kali aku meyakinkan diriku bahwa itu bukanlah sautu kebenaran. Mungkin saja kau sedang tak ada waktu atau kau lagi mempersiapkan sesuatu. Aku tidak tahu. Kau tidak menceritakannya kepadaku. Kau bahkan pernah menulis ‘pusing,*emoticon mau cerita kemana ya Allah’? Padahal aku disini. Tapi aku diam. Kau tau bagaimana aku menekan rasa ingin tahuku itu, aku tidur lebih awal. Kembali pada kebiasaan lamaku. Hari ini sama. Kau masih begitu. Aku memutuskan hanya untuk menunggu. Menatapmu dari jauh seperti benda berwarna hitamku. Entahlah. Aku rindu.  Tapi, sudahlah, aku sudah memutuskan hanya akan menunggu hari dimana kau akan datang padaku. Aku akan berusaha tetap diam disini.
            Hari selanjutnya kuputuskan untuk menulis lagi. Ada banyak hal yang bersarang dikepalaku. Ada banyak yang ingin aku ceritakan. Ada banyak yang ingin aku tanyakan tapi aku tak tau harus bercerita dan bertanya pada siapa. Akir-akhir ini aku punya hobi baru. Aku tidak bisa berhenti bicara dan aku lelah. Ceritaku bahkan itu-itu saja yang terus kuulang. Tetang orang yang sama pada orang yang sama. Mungkin orang yang kuajak bercerita bosan mendengarku jadi aku memindahkannya kesini. Tak ingin ambil pusing, ini agar aku tenang tanpa rasa sesal. Yah. Aku hanya ingin bertanya dimana seseorang yang mengagumkan itu?

will be continued...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar