Tak
usah membaca cerita ini. Cukuplah sampai disini, tak usah sampai akhir. Cerita
ini teralalu sedih nan penuh emosi. Lengkap dengan perasaan luka dan kecewa di
hati serta lelah tak kasat mata dengan kebahagian yang kunjung kunikmati. Aku
khawatir akan membawamu pada ketidakberdayaan yang akan melemahkan kasih sayangmu
tanpa motivasi. Sejatinya, kebahagian dan rasa cukup di dapat dengan bersyukur
akan kenikmatan itu sendiri. Tapi ini terlalu sulit untuk dicerna otakku. Gadis
kecil yang sangat takut kehilangan. Gadis kecil yang baru saja memulai perjalan
hidup yang sesungguhnya tapi belum benar-benar yang sesungguhnya. Perjalanan masih
terbentang luas bahkan setelah aku lulus pendidikan sma.
Ku kira ini akan indah, ku kira
perjalanan ini hanya akan ada kesenangan. Bahkan kalian juga berfikiran sama denganku, bukan? Betapa bahagianya
hati pertama kali tahu bahwa sudah lulus sma, saat pertama kali. Saat pertama
kali menjadi seseorang bukan siswa lagi. Seiring waktu, perlahan kemudian
pemikiran itu kian memudar. Terlalu banyak masalah yang dihadapi untuk
seseorang bukan siswa lagi dan aku harus bersikap seperti orang dewasa yang
penuh tanggung jawab yang dituntut seolah mengerti akan isi seluruh dunia yang
fana ini. Entahlah, katanya ini bagian
dari metamorfosa diri. Tapi,seperti ini jugakah yang dialami mereka di luar
sana? Seperti inikah? Adakah yang lebih menyakitkan dari ini? Adakah yang lebih
melelahkan dari ini? Tunjukkan padaku!
Seakan aku yang paling menderita,
ini berat, menyesakkan dada. Ada suatu perasaan yang bergemuruh dihatiku. Menggelora
penuh benci, bergetar dengan pasti, lengkap dengan kasih. Aku tak mampu lagi
membedakan, mana saat aku merasa bahagia bersamamu atau malah terengah
merangkak keluar dari rasa kecewaku. Entahlah. Rasa itu bersatu dikepalaku. Tak
mampu aku meredamnya, bahkan dengan nada-nada indah sebuah lagu, yang ada
bahkan hanya rasa sayang yang semakin menjadi-jadi dengan rasa kecewa yang
datang bertubi-tubi hingga rasanya ingin pecah kepalaku ini.
Diatas semua itu, apakah kau masih
membaca ceritaku yang ini? Apakah sudah sampai pada bagian ini kau membacanya? Oh,
bukan itu yang seharusnya aku tanyakan terlebih dahulu. Seharusnya aku
menanyakan ini, apakah kau membaca cerita ini? Oh tidak, aku seharusnya
menanykan ini terlebih dahulu, apakah kau tau aku ini sedang menulis cerita
tentangmu? Tidakkah kau lihat saat sudah kupublikasikan? Maukah kau membacanya?
Sekarang, apakah kau sedang membaca ceritaku ini? Bagaimana? Oh, apakah sudah
kau baca ceritaku yang sebelumnya? Itu juga tentangmu. Ah, tidak. Aku tidak
ingin mengetahui jawaban dari pertanyaan-pertanyaaan bodoh itu. Aku tidak ingin
mengetahuinya. Aku tidak ingin mengetahuinya. Aku tidak pernah memikirkan apa
pun tentangmu. Aku tidak pernah. Aku tidak pernah sekalipun tidak berfikir
tentangmu. Aku berbohong! Aku mengatakan kedustaan bahwa ceritaku ini tidak
ingin kau baca. Aku mengatakan kedustaan bahwa aku tidak pernah sekalipun tidak
memikirkanmu. Atau kau percaya aku tidak pernah memikirkanmu? Kau percaya? Kau percaya
aku tidak ingin tau jawaban dari pertanyaan-pertanyaanku yang bodoh itu? Kau percaya
bahwa aku tidak ingin kau membaca ceritaku seperti yang pada awal cerira ini
kukatan? Kau percaya? Kau mau melakukannya? Sekali lagi, semua itu kebohongan
yang aku ciptakan agar aku merasa bahwa benar kau tak lagi peduli tentangku.
Sebenarnya
aku sangat ingin sekali tau. Aku ingin sekali tau. Aku ingin tau. Aku ingin tau
apa yang sedang kau pikirkan. Aku ingin tau apa yang sedang kau lakukan. Aku ingin
tau kau sedang bersama siapa? Kau lagi dimana? Aku ingin tau, ingin tau
segalanya tentangmu. Aku hanya ingin kau baca. Aku hanya ingin, kau baca. Aku, hanya
ingin kau, baca.
Sampai disini, aku tidak percaya,
aku mengatakannya. Aku sudah mengatakannya disini. Bahkan akuu menuliskannya
dengan sepenuh hati. Rasa yang selama ini bersarang dihatiku, penuh duri. Terus
terang saja, hatiku lelah dengan sikapmu. Hatiku lelah terus bertanya ada apa
saat ini denganmu? Kenapa kau terasa begitu dingin? Tidak sehangat kemarin?
Entahlah. Kau tau? Ini semacam mengundang kematian hatiku. Memporak-porandakan semangatku.
Meluluh-lantahkan harapanku. Beku, jauh kedalam tertimbun reruntuh dinginnya
butiran perlakuanmu. Aku hanya ingin menjadi ‘orang dewasa yang ingin tau
sesuatu’ , yang tetap bertanya, dan berfikiran terbuka serta penuh profesionalisme
kerja seperti yang dimotivasikan dosenku.
Akhirnya, jika saja kau tidak bisa
melakukan pemintaanku itu. Setidaknya, lakukanlah untuk oranglain, yang kau
sayangi. Hangatkan mereka dengan penuh kasih. Sayangi mereka seperti matahari. Sediakan
tempat bagi hati mereka untuk benar-benar merasakan bahwa kau peduli. Yakinkan mereka
untuk tidak meragu lagi. Hembuskan kebahagiaan disetiap nafasmu untuk jiwa yang
letih. Berikan semangat untuk hati yang merintih. Hilangkan sedih. Hapuskan tangis
yang memabasahi pipi. Pastikan mereka kau hargai seperti kau menghargai dirimu
sendiri. Yang pasti, aku harap kau melakukannya untuk diriku ini, walaupun aku
tau kau bisa memilih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar