Minggu, 05 Februari 2017

Permintaan-Ku

Tak usah membaca cerita ini. Cukuplah sampai disini, tak usah sampai akhir. Cerita ini teralalu sedih nan penuh emosi. Lengkap dengan perasaan luka dan kecewa di hati serta lelah tak kasat mata dengan kebahagian yang kunjung kunikmati. Aku khawatir akan membawamu pada ketidakberdayaan yang akan melemahkan kasih sayangmu tanpa motivasi. Sejatinya, kebahagian dan rasa cukup di dapat dengan bersyukur akan kenikmatan itu sendiri. Tapi ini terlalu sulit untuk dicerna otakku. Gadis kecil yang sangat takut kehilangan. Gadis kecil yang baru saja memulai perjalan hidup yang sesungguhnya tapi belum benar-benar yang sesungguhnya. Perjalanan masih terbentang luas bahkan setelah aku lulus pendidikan sma.
            Ku kira ini akan indah, ku kira perjalanan ini hanya akan ada kesenangan. Bahkan kalian  juga berfikiran sama denganku, bukan? Betapa bahagianya hati pertama kali tahu bahwa sudah lulus sma, saat pertama kali. Saat pertama kali menjadi seseorang bukan siswa lagi. Seiring waktu, perlahan kemudian pemikiran itu kian memudar. Terlalu banyak masalah yang dihadapi untuk seseorang bukan siswa lagi dan aku harus bersikap seperti orang dewasa yang penuh tanggung jawab yang dituntut seolah mengerti akan isi seluruh dunia yang fana ini.  Entahlah, katanya ini bagian dari metamorfosa diri. Tapi,seperti ini jugakah yang dialami mereka di luar sana? Seperti inikah? Adakah yang lebih menyakitkan dari ini? Adakah yang lebih melelahkan dari ini? Tunjukkan padaku!
            Seakan aku yang paling menderita, ini berat, menyesakkan dada. Ada suatu perasaan yang bergemuruh dihatiku. Menggelora penuh benci, bergetar dengan pasti, lengkap dengan kasih. Aku tak mampu lagi membedakan, mana saat aku merasa bahagia bersamamu atau malah terengah merangkak keluar dari rasa kecewaku. Entahlah. Rasa itu bersatu dikepalaku. Tak mampu aku meredamnya, bahkan dengan nada-nada indah sebuah lagu, yang ada bahkan hanya rasa sayang yang semakin menjadi-jadi dengan rasa kecewa yang datang bertubi-tubi hingga rasanya ingin pecah kepalaku ini.
            Diatas semua itu, apakah kau masih membaca ceritaku yang ini? Apakah sudah sampai pada bagian ini kau membacanya? Oh, bukan itu yang seharusnya aku tanyakan terlebih dahulu. Seharusnya aku menanyakan ini, apakah kau membaca cerita ini? Oh tidak, aku seharusnya menanykan ini terlebih dahulu, apakah kau tau aku ini sedang menulis cerita tentangmu? Tidakkah kau lihat saat sudah kupublikasikan? Maukah kau membacanya? Sekarang, apakah kau sedang membaca ceritaku ini? Bagaimana? Oh, apakah sudah kau baca ceritaku yang sebelumnya? Itu juga tentangmu. Ah, tidak. Aku tidak ingin mengetahui jawaban dari pertanyaan-pertanyaaan bodoh itu. Aku tidak ingin mengetahuinya. Aku tidak ingin mengetahuinya. Aku tidak pernah memikirkan apa pun tentangmu. Aku tidak pernah. Aku tidak pernah sekalipun tidak berfikir tentangmu. Aku berbohong! Aku mengatakan kedustaan bahwa ceritaku ini tidak ingin kau baca. Aku mengatakan kedustaan bahwa aku tidak pernah sekalipun tidak memikirkanmu. Atau kau percaya aku tidak pernah memikirkanmu? Kau percaya? Kau percaya aku tidak ingin tau jawaban dari pertanyaan-pertanyaanku yang bodoh itu? Kau percaya bahwa aku tidak ingin kau membaca ceritaku seperti yang pada awal cerira ini kukatan? Kau percaya? Kau mau melakukannya? Sekali lagi, semua itu kebohongan yang aku ciptakan agar aku merasa bahwa benar kau tak lagi peduli tentangku.
Sebenarnya aku sangat ingin sekali tau. Aku ingin sekali tau. Aku ingin tau. Aku ingin tau apa yang sedang kau pikirkan. Aku ingin tau apa yang sedang kau lakukan. Aku ingin tau kau sedang bersama siapa? Kau lagi dimana? Aku ingin tau, ingin tau segalanya tentangmu. Aku hanya ingin kau baca. Aku hanya ingin, kau baca. Aku, hanya ingin kau, baca.
            Sampai disini, aku tidak percaya, aku mengatakannya. Aku sudah mengatakannya disini. Bahkan akuu menuliskannya dengan sepenuh hati. Rasa yang selama ini bersarang dihatiku, penuh duri. Terus terang saja, hatiku lelah dengan sikapmu. Hatiku lelah terus bertanya ada apa saat ini denganmu? Kenapa kau terasa begitu dingin? Tidak sehangat kemarin? Entahlah. Kau tau? Ini semacam mengundang kematian hatiku. Memporak-porandakan semangatku. Meluluh-lantahkan harapanku. Beku, jauh kedalam tertimbun reruntuh dinginnya butiran perlakuanmu. Aku hanya ingin menjadi ‘orang dewasa yang ingin tau sesuatu’ , yang tetap bertanya, dan berfikiran terbuka serta penuh profesionalisme kerja seperti yang dimotivasikan dosenku.
            Akhirnya, jika saja kau tidak bisa melakukan pemintaanku itu. Setidaknya, lakukanlah untuk oranglain, yang kau sayangi. Hangatkan mereka dengan penuh kasih. Sayangi mereka seperti matahari. Sediakan tempat bagi hati mereka untuk benar-benar merasakan bahwa kau peduli. Yakinkan mereka untuk tidak meragu lagi. Hembuskan kebahagiaan disetiap nafasmu untuk jiwa yang letih. Berikan semangat untuk hati yang merintih. Hilangkan sedih. Hapuskan tangis yang memabasahi pipi. Pastikan mereka kau hargai seperti kau menghargai dirimu sendiri. Yang pasti, aku harap kau melakukannya untuk diriku ini, walaupun aku tau kau bisa memilih. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar