Sabtu, 04 Februari 2017

Kau Harus Memilih

         
             Ini bukan kisahku, jangan berfikir bahwa ini terjadi padaku, tapi aku menggunakan aku. Harapanku ini adalah khayalan yang muncul hasil pemikiranku.  Kita mulai saja. Malam itu, bukan, dari dua hari yang lalu aku merasa resah dan gelisah. Entahlah, aku bahkan sulit memahami diriku. Tapi aku mencoba untuk memahami oranglain. Tidakkah itu buruk? Aku tidak tahu. Beberapa hal terlalu kupikirkan. Berlebihan? Mungkin iya, beberapa orang mengatakan padaku agar aku tidak berlebihan. Tiba-tiba saja hal itu muncul diotakku. Tetapi, aku tidak mengerti apa yang harus aku lakukan. Ini rumit dan terlalu banyak cabangya. Mungkin nanti akan ada balaasan atas apa ketdidaktahuanku, ketidakpahamanku, dan ketidakmengertianku ini. Entahlah, mungkin hanya itu kemampuanku. Tapi aku ingin belajar. Ajari aku agar aku mengerti, agar aku paham, agar aku tau maksud dirimu.
            Kemampuanku itu mengantarkan ku untuk selalu berifikran negatif. Ya, tapi tetap saja, pemikiranku itu hampir selalu benar dan tepat.  Aku merintih, ini terlalu sakit untuk hatiku. Aku akan mengulanginya lagi, ini sakit dan terlalu menusuk jiwaku. Ini sakit.  tidakkah kau tau? Ini sakit. Padahal ada banyak kesakitan yang lain yang lebih layak kutangisi. Entahlah, air mataku jatuh malam itu.  Dia sudah rapuh. Tangis yang selama ini kujaga, tak mampu lagi ku ajak bermusyawarah. Aku tak dapat lagi memendamnya. Ini berat, kuat dan tak lagi mampu ku bawa. Dia memberontak, inginkan aku mengerti dia. Aku tak sanggup menahannya lebih lama. Ini terus menyesakkan dadaku. Aku tak mampu lagi berpura-bura teesenyum, atas kemungkinan kebahagianmu itu..
            Kebahagiaan? Ya, Kebahagiaanmu. Kemungkinan bahagiamu itu. Kemungkinan bahagia yang kadang datang seperti hantu padaku. Mengerikan dan Menakutiku. Kebahagian yang datang padamu yang akan merubah sikapmu terhadapku, begitulah pikiranku akhir-akhir ini terhadapmu, dan memang begitu, hampir seluruhnya benar prasangkaku terhadapmu, seperti itu yang ku tau. Terus terang saja, itulah yang mengantarkanku malam itu, menon-aktikan ponselku dan airmata yang ku bawa ditidurku.
            Tidakkah kau mengerti apa yang ingin kujelaskaa padamu?  Baklah, jika belum sampai menyentuh hatimu akan ku perjelas lagi. Ku perjelas lagi, selama aku mengenalmu, setahun yang lalu lebih, aku tidak mempermasalahkan apa pun  tentangmu. Setiap kau bercerita tentang gadismu, aku akan biasa saja. Kutanggapi denagn ceria ceritamu itu. Entah sejak kapan, aku tidak tahu, ada rasa sakit dan membuat suasana hatiku berubah  tidak enak jika kau berbicara tentag dia atau menceritakannya padaku. Entahlah. Entahlah. Itu apa, aku  tidak tau. Awalnya hanya satu saja kemudian menyebar ke yang lain Aku terus saja menghindar dari rasa itu dan tidak mengakuinya. Aku masih tidak percaya aku melakukannya. Aku terus saja merasa (berpura-pura)  bahagia apabila kau bercerita tentang gadis-gadismu yang lain. (Aha, seperti kau apa saja ku sebut gadis-gadis). Ah, tidak, aku tidak pernah menganggapmu seperti itu. Kau selalu mengagumkan dan semakin mengagumkan sampai hari ini. Ya, aku tidak tau apa yang mengagumkan darimu, tapi seluruhnya. Seluruhnya mengagumkan.
            Hari berlalu, sampai hari ini yang mengagumkan darimu tetap seperti itu. Bahkan semakin banyak aku tau, lebih lagi dan lebih lagi mengagumkan. Ada banyak yang lebih mengagumkan darimu tapi tak sampai bertahan selama ini. Baiklah, aku mengakuinya, aku terus kembali padamu. Hari dimana aku memutuskan untuk pergi,  hari dimana puncak aku tak sanggup lagi mendengar cerita tentang gadismu itu, air mataku tak sampai untuk jatuh tapi memang sedikit bersedih (sih) tapi bahkan aku masih saja kembali. Tidak, kau yang datang padaku hari itu, dan aku yang memang masih berat  tanpamu.  Tapi malam itu entahlah, semua gadis-gadis yang kau ceritakan dahulu-dahulu dan dia yang baru saja kau sebut di pesan singkatku berputar diotakku. Menguras tenanga dan pikiranku dan menyisakan sakit yang tak mampu kau lihat. Sudahlah, jadi aku memutuskan untuk tidur dengan ponselku yang ku non-aktifkan, berharap saat bangun, tak ada yang otakku pikirkan selain tugasku. Aku tau pada akhirnya semua orang harus menentukan dan memilih, tapi memikirkannya saja aku tak sanggup. Aku tak sanggup jika aku harus memilih pergi (lagi). Tapi diatas semuanya, aku percaya, kau bisa, aku bisa. Semoga kebahagian bersama kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar