Di balik lemari yang dingin itu, tersimpan dua botol kecil berwarna kuning emas. Isinya bukan sekadar cairan, tapi jejak warisan yang tak pernah hilang: laos, jahe, kunyit, dan serai.
Rasanya pedas, getir, hangat… tapi bukankah hidup pun begitu? Kadang pahit di lidah, tapi justru menyembuhkan di tubuh.
Aku jadi ingat, dulu nenek selalu bilang: “Minumlah jamu, karena tubuhmu perlu dipeluk dari dalam.”
Dan benar saja—
Jahe menghangatkan perut, mengusir masuk angin.
Kunyit menenangkan peradangan, membuat tubuh terasa ringan.
Lengkuas menjaga pencernaan tetap bersahabat.
Serai meluruhkan lelah, membuat tidur lebih tenang.
Kini, dalam botol kaca yang sederhana itu, ada doa-doa nenek yang tak pernah benar-benar pergi. Ada cinta yang diracik dalam rebusan, lalu dibekukan oleh waktu, agar bisa kuminum di hari ini.
Kadang aku tersenyum sendiri. Jamu ini mengajarkanku: hal-hal sederhana bisa jadi penawar, selama kita mau berhenti sejenak dan menikmatinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar