Minggu, 13 Maret 2022

Patahan Ranting

Entah apa yang membuat jari-jemari saya tiba-tiba ingin menulis ini, sebuah tulisan tentang seseorang di masa lalu; Dia yang dulu datang membawa cerita termanis, tetapi kini pergi meninggalkan luka terpahit.

Kepadamu; 
Kamu apa kabar?
Semoga senang selalu meliputi harimu, semoga tenang selalu memenuhi jiwamu.

Kamu tahu, di saat kamu melangkahkan kaki dan memutuskan segalanya berakhir, di saat itu pula lah saya merasa bahagia saya juga berakhir.

Malam-malam saya selalu dipenuhi rasa cemas akan kabarmu, padahal saya tahu kamu sedang baik-baik saja bersama seseorang yang kamu pilih setelah menyingkirkan saya.

Malam-malam saya selalu merindukanmu, padahal saya tahu, mengingat diri saya saja kamu sudah tidak.

Malam-malam saya selalu mendoakanmu, padahal saya tahu, doa saya dan doamu tidak bermuara lagi pada satu Amin yang sama; Saya ingin didekatkan denganmu, kamu ingin dijauhkan dari saya.

Betapa saya sadar bahwa saya adalah manusia bodoh; Menjadi lilin penerang tidur untuk seseorang yang lebih menyukai terlelap di dalam gelap. Saya relakan diri saya terbakar, meleleh, bahkan hancur. Namun, kamu padamkan saya, lalu memilih memejamkan mata.

Betapa saya sadar bahwa saya adalah manusia menyedihkan; Menjadi payung untuk seseorang yang lebih menyukai tetesan hujan. Saya rentangkan diri saya, saya lindungi tubuhmu. Namun, kamu lemparkan saya jauh ke tepi, lalu memilih basah oleh air yang tanpa kamu ketahui dapat membuatmu sakit.

Betapa saya sadar bahwa saya adalah manusia tidak tahu diri; Menjadi awan untuk seseorang yang lebih menyukai mentari. Saya tebalkan diri saya, saya naungi dirimu. Namun, kamu menghindari saya, lalu memilih berpindah ke tempat terik yang tanpa kamu ketahui hangatnya dapat menggores lembutnya kulitmu.

Tapi, saya abaikan tentang itu. Begitulah kerasnya hati saya menyayangimu.

Kepadamu; 
Izinkanlah saya tetap menantimu pada sebuah rumah meski saya tahu kamu tidak pernah sudi pulang, dan tinggal di dalamnya.

Izinkanlah saya tetap menulis puisi-puisi untukmu meski saya tahu kamu tidak akan pernah sudi membacanya.

Izinkanlah saya tetap menyanyikan lagu-lagu kesukaanmu meski saya tahu kamu tidak akan pernah sudi mendengarnya.

Izinkanlah saya tetap menyambut sebuah pagi, menghidangkan dua cangkir teh, serta membayangkan menikmatinya bersamamu meski saya tahu itu tidak akan pernah menjadi nyata.

Izinkanlah saya tetap duduk menghadap luasnya laut, memandangi jingganya senja, dan menganggap bahwa kamu berada di samping saya meski saya tahu itu hanyalah fatamorgana.

Izinkanlah, izinkanlah, izinkanlah saya.

Hanya dengan cara itu saya bisa memilikimu. Hanya dengan cara itu saya bisa merawatmu. Hanya dengan cara itu saya tidak akan lagi kehilanganmu.

Dan kamu tahu; Siapapun yang bertanya perihal sudah seikhlas apa saya, saya katakan "Saya ikhlas". Saya bohongi mereka, saya bohongi diri saya sendiri. Sungguh, jika Ikhlas itu dapat terlihat nyata oleh sepasang mata, maka tidak ada yang mampu menemukannya di dalam hati saya. Karena, kata " Ikhlas" itu memang tak pernah ada.

Maafkan saya, maafkan saya, maafkan saya.

Ribuan kata yang saya rangkai menjadi kalimat-kalimat.
ratusan kalimat yang saya rangkai menjadi puisi-puisi,
puluhan puisi yang saya rangkai menjadi buku-buku. 
Semua hanya angan saya untuk sampai di titik itu. Pada kenyataannya, saya tidak mampu.

 
--patahan.ranting

Tidak ada komentar:

Posting Komentar