Dahulu
kala, hiduplah dua keluarga yang berbeda status. Mereka adalah si miskin dan si
kaya. Si kaya mempunyai segalanya, kebun dimana-mana dan harta berlimpah.
Sedang si miskin hanya rumah tua yang sudah reot dengan tanah yang menumpang di
si kaya. Si kaya mempunyai anak tunggal perempuan yang bernama Syafira Marfuah.
Dia hidup bahagia di dalam rumah yang megah itu. Sedang si miskin selalu
kesusahan untuk makan.
Diam-diam,
anak si kaya selalu memberi makan si
miskin. Apalagi, anak si miskin sangat tampan. Dia melakukannya secara
diam-diam karena orang tuanya tak mau anaknya bergaul pada orang miskin.
Dilakukannya perbuatan itu setiap hari. Lama-kelamaan anak si miskin berani
untuk mengajak Syafira untuk ke hutan menikamati angin sore diatas rumah pohon.
Bukan main senangnya si Syafira. Bahkan dia ingin di ajak setiap sore kesana.
Suatu
sore, Syafira meminta izin kepada ibunya untuk pergi jalan-jalan. Karena
kecurigaannya, sang ibu mengirim pengawal untuk selalu mengawasi si Syafira.
“Ngapain
kamu disini?” tanya Syafira pada pengawalnya.
“Ampun,
putriku. Hamba hanya diperintahkan oleh ibu putri.”
“Ohhh..
kalau begitu kau harus menjaga rahasia ini ya!”
“Memangnya
tuan putri mau kemana?” tanya si pengawal penasaran.
“Saya
akan pergi ke hutan.”
“Tapi,
itu kan bahaya, tuan putri?”
“Sudah
diam saja kamu, aku punya teman untuk kesana. Sekarang cepat kamu pulang sana!”
perintahnya dengan agak kasar.
Si pengawal tak berani untuk
menentang sang majikannya. Lalu, pulanglah dia kerumah. Setibanya di rumah, dia
ditanya oleh ibu Syafira kemana buah hati kesayangannya pergi. Setelah si
pengawal menjawab bahwa anaknya pergi ke hutan. Dia marah besar. Sang pengawal
ketakutan dan lari terbirit-birit. Dan tidak pulang selama seminggu ke rumah
majikannya.
Malamnya, sang putri pulang. Ibunya
langsung memeluknya.
“Kemana
saja kamu ini Syafira?. Ibu sangat khawatir dan was-was menunggu kehadiranmu”
ucapnya bergetar.
Namun, Syafira hanya diam. Dia takut
ibunya akan marah. “Kalau saja ibu tahu aku pergi ke hutan bersama anak
sebelah, pasti aku dimarah.”pikirnya dalam hati. Kemudian dia langsung masuk ke
kamarnya. Hiasan kamar yang elegan membuatnya terbayang-bayang dengan kejadian
sore tadi bersama anak yang tampan itu. Disana dia di ajak untuk memakan buah
petai cina. Dia merasa sangat senang sekali. Mengingat dia tak pernah diajak
oleh seorang lelaki pun untuk jalan bersama, kecuali lelaki tampan yang miskin
itu.
Seluruh kebun jeruk dan pohon parah
yang dimiliki oleh orangtuanya tak mampu untuk membuat Syafira bahagia. Dia
menyarankan kepada orangtuanya untuk menanam pohon petai cina di sela-sela
kebun oramgtuanya. Dia sangat senang tatkala pohon itu tertancap di
tengah-tengah kebun jeruknya.
“Terima
kasih, Ayah. Aku sangat menyayangimu?” ucapnya setulus hati.
“Iya
anakku. Aku senang pulek misal nga senang1.”
Balasnya dengan suara cemprengnya.
Hari
itu benar-benar hari yang paling membahagiakan untuk Syafira. Bahkan dia
berencana untuk mengajak anak si miskin untuk membuatkannya rumah pohon disana.
Keesokan harinya, dia mengajak anak
misikin yang tampan itu di pohon petai cina-nya. Sang lelaki menyiratkan bahwa
ia juga senantiasa senang bisa diajak kesana. Tiba-tiba ayah Syafira datang dan
marah-marah.
“Kenapa
kamu disini, miskin. Aku tak sudi anakku dekat-dekat kamu.”
“Maaf,
Pak.” Balasnya singkat.
“Sudah
pergi sana!. Anakku tak butuh orang seperti kamu.”
Hinaan
demi hinaan diterimanya dengan lapang dada. “Aku kini sedang belajar
sabar.”ucapnya dalam hati. Kemudian ayah Syafira mendorong anak tampan tapi miskin
itu hingga tersungkur. Kemudian, dia bangkit dan pulang kerumah.
“Dasar
tak tahu terima kasih. Sudah ditumpangi tanah mau numpangi anak saya juga.
Dasar kurang ajar.”tanpa sadar sang ayah telah mengucapkan kata-kata yang
begitu menusuk hati bagi sang lelaki.
Sedang
anaknya, menagis menyaksikan ayahnya bersikap kasar terhadap orang yang di
cintainya. Orang yang telah membuat hidupnya lebih bermakna dan berwarna.
Namun, ayahnya seperti tak tau terima kasih. Setibanya dirumah Syafira
menjelaskan semuanya.
“Ayah,
sebenarnya dialah orang yang paling berarti setelah ayah dan ibu. Dia
memberikan semangat untuk aku hidup. Sedang ayah tak pernah memberikan perhatian kecuali ibu. Aku kesepian. Aku
inginkan orang yang bisa membuatku tertawa, bisa membuatku bisa merasakan dunia
yang sebenarnya.”
“Memangnya,
selama ini kau tak merasakan itu semua.”tanya ayahnya dengan lembut.
“Tidak,
ayah. Aku merasa hidupku paling suram sebelum kehadirannya. Tapi kini semua itu
berubah. Bisakan ayah mengerti sedikit tentang perasaanku.”
“Baiklah,
kuizinkan kau untuk bersama dengannya.”
Setelah itu, langsung saja dia
menemui lelaki tampan yang akan segera kaya itu. Mengajaknya kerumah pohon dan
mengambil buah pohon petai cina. Ketika dia sedang memanjat pohon itu. Ranting
pohon itu lepas dari pohon.
“Seka-kayu,
Seka-kayu.” ucap gadis itu berulang-ulang.
Lama-kelamaan, kata “Seka-kayu”
menjadi kata “Sekayu”. Jadilah kota Sekayu hingga saat ini.
*Aku juga senang jika kau senang