Tampilkan postingan dengan label Daerah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Daerah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 16 Maret 2023

3 Nasihat Penting dari dan ke Bandara YIA

10 Maret 2023, kepulanganku dari Bootcamp Sekre LTKL 2023. Kepulanganku dibantu Kak Rifa dan Kak Rangga selama di bandara YIA [ternyata saya tidak benar-benar sendirian, hehe]. Kedatangan saya 5 hari yang lalu pun ditunggu oleh Kak Cerli di bandara yang sama. Bersyukur sekali dengan lingkungan kerja yang sangat supportif. Terima kasih sudah asiggned saya, Uda untuk bootcamp kali ini. What a wonderful experience!  Bahkan delay pun tetap dengan pelajaran yang bisa saya dengarkan.

Seorang gadis dengan pakaian serba hitam, terrlihat kebingungan, menengok ke kanan dan ke kiri,  masuk ke ruang tunggu yang cukup padat dan ramai. Mencari celah tempat duduk untuk sekedar melepas pikiran-pikirannya sehabis pelatihan yang didapatkannya dari tempatnya bekerja. Pikiran untuk segera tiba dan melaksanakan 15 daftar langkah awal menjadi lebih baik. Ada keinginannya untuk membuka benda persegi berwarna hitam, namun diurungkan karena informasi yang di dapat, keterlambatan 45 menit saja. Sekitar 15 menit kemudian, muncul lagi penguman bahawa jadwal keberangkatan akan ditunda 60-120 menit. Ruang tunggu pun semakin padat dan ramai.

Sedari tadi, seorang gadis ini mengamati seisi ruangan, lalu sangat tertarik dengan seseorang dengan baju motif seperti kain khas asal daerahnya, Musi Banyuasin. Kain Gambo Musi Banyuasin. Berkali-kali gadis itu memandang namun tiada menemukan kesempatan untuk berbicara. Setengah jam berlalu, adzan magrib berkumandang dari salah satu telepon genggam seseorang, tentu saja tidak dikenalnya. Bapak tersebut, berjalan dan mendekat pada [sebut saja] temannya. Menitipkan beberapa barang lalu pergi ke arah tempat beribadah. Lalu, saya diajak bicara kemudian diberikan kesempatan untuk berbicara langsung.



Jumat, 24 Februari 2023

My Fav Shape: Pempek

Jadi, gini ceritanya kenapa pengen buat pempek. Ada lihat status kakak saya tentang Pempek nun jauh disana, kakak ada di Duri. Lalu kemarin ada pempek sih waktu meeting, tapi tidak memungkinkan untuk aku kalau makannya, hahaha (Aku agak ribet makan di luar nih). Terbayanglah pempek itu diotakku dari sore sampai pagi, distimulasi lagi paginya sama lihay status kakak saya tersebut [walaupun bentuknya ga seperti yang aku bikin ini ya].
This is it: pempek aku, bukan pempek ikan sih, ga ada ikan giling di rumah uey. Pempek isi telur ini. Enak, serius.
Agak riweuh prosesnya, karena kurang hati-hati tadi kebanyakan air, lalu kurang tepung buat bikin shape tersebut. Malah, ga ada adek buat diberdayakan buat beli tepung-tepungan. Terpaksalah aku harus keluar, belum lagi drama ga ketemu rok. Hahaha. Ya allah ya allah. Allhamdulillah, akhirnya jadi bikin juga. Allhamdulillah.

Puas banget bisa bikin di sela waktu yang harus ini itu.
Dua jenis pempek (goreng dan rebus) in my fav shape. 
Allhamdulillah.

Selasa, 21 Februari 2023

Kerajinan Gambo Khas Musi Banyuasin


Musi Banyuasin kaya akan sumber daya alam, salah satu kekayaan alam Musi Banyuasin adalah Gambir. Tanaman Gambir adalah tanaman khas Musi Banyuasin. Tanaman Gambir di Musi Banyuasin disebut Tanaman Gambo, biasanya dibuat getah gambir/getah gambo. Taukah kamu, limbah dari pembuatan getah gambo dibuat pewarna alami, dikenal dengan Jumputan Gambo Muba.

Jumputan Gambo Muba adalah salah satu kearifan lokal kain Musi Banyuasin dengan pewarna dengan teknik ikat jumputan. Kreatifitas kain Jumputan Gambo Muba semakin berkembang dengan hadirnya berbagai macam produk Jumputan Gambo Muba, seperti dompet, pouch, tempat name tag, tas, card holder dan sebagainya [bisa request].

Tertarik dengan Jumputan Gambo Muba?
Bisa hubungi kami ya di wa.me/6287769774710
Bisa juga kirim pesan, berikut contoh produknya 🔥

Sungguh menambah kepercayaan diri dengan memakai produk lokal yang berkualitas 🤗
Pesan sekarang yuk.Klik disini untuk terhubung ke WhatsApp WhatsApp kami

#gambo #gambir #gambomuba #gambir #musibanyuasin #jumputangambomuba #muba

Minggu, 05 Februari 2023

Melatih Kemampuan dalam Berbahasa Daerah

5 Februari 2022, berkesan sekali bertemu dengan tiga adik ini: Intan, Sisan dan Tofik. Saya ingin berjalan dan mengamati aktifitas akhir pekan di depan rumah dinas Bupati Musi Banyuasin, pasalnya ada tempat rekreasi disini, ada rusa, ada ayunan, ada tempat bola-bola, ada rumahan tempat bermain anak. 

Salah satu yang menarik hatiku yaitu rusa. Saya mendekat dan melihat tiga orang adik dalam gambar. Agak ragu untuk menyapa saat mendengarkan mereka bicara, aku menangkap jelas mereka bicara dalam bahasa Sekayu dengan lancar. Saya sudah jarang menggunakan bahasa tersebut, di rumah seringnya pakai Bahasa Palembang. Sayang sekali kalau saya melewatkan kesempatan ini, saya pikir bagus untuk melatih kembali kemampuanku berkomunikasi dengan anak-anak.

"Halo Adik, siape name nga?" tanyaku pada adik dengan baju berwarna tosca lengkap dengan kupluk yang dipasangkan di kepalanya. Percakapan pun terjadi, saya masih lancar berbicara bahasa daerah saya ternyata. Seru! Tidak lupa ku ambil foto mereka setelah berbicara cukup panjang. 

Allhamdulillah, bertambah temanku. 
Semangat sekolahnya ya, Dik. Jadi generasi lestari ya! Minggu depan tambah teman lagi ya, Nov!

Senin, 23 Januari 2023

Alun-alun Kota Sekayu Yang Kucinta

Aku sudah menyiapkan gambar ini sejak tadi pagi. Tapi aku tidak suka posisi nya yang agak miring di gambar pertama. Aku mencari beberapa cara agar bisa lurus, seingetku Instagram punya tools agar bisa rapi, tapi aku harus posting dulu. Hmm.  Aku mencari cara lain dan belum bisa sampai aku melakukan aktifitas lain lalu terlupakan. Ku pikir sebaiknya aku posting saja dan aku bisa perbaiki pada gambar selanjutnya. Maka jadilah postingan ini. Aku tidak mau merusak rangakaian hari menulisku. Beberapa hari lalu aku hampir sampai pada icon kota ku ini. Sengaja aku menahan diri agar hari ini saja aku sampai disana. Aku ingin merencanakannya dulu. Oh iya,  selama puluhan tahun tinggal disini,  frekuensiku berkunjung ke tempat ini bisa dihitung. Hahaha. Baru-baru ini saja, sejak kelulusaku, dua kali aku hitung pernah duduk bersama teman-temanku, yang pertama bersama teman SMA-KU berbicara tentang masa depan dan bernostalgia masa lalu, yang kedua bisa dikatakan bersama rekan kerjaku, berdiskusi tentang rencana kegiatan.
Alun-alun Kota Sekayu, begitu yang kubaca dan ku potret di Instagram storyku [pada gambar di atas]. Aku baru saja tau kalau ada tulisan itu. Tempat ini biasanya ramai si, tapi hari ini cukup sepi, mungkin aku terlalu pagi atau semuanya lagi pada liburan. Kurasa yang alasan pertama lebih tepat, lagian kalau ramai, aku melangkahkan kaki pulang. Hehe. Dahulu tempat ini bisa dijadikan tempat pasar malam, seiring berjalan waktu, beberapa tahun ini tidak pernah digelar disini. Ada pula Muba Expo yang juga tidak digelar disini, btw, sudah dua kali perayaan Muba Expo aku belum pernah hadir. Padahal ingin sekali datang, lain kali, ikut berkontribusi saja ya, biar sudah pasti hadir. Hahaha. 
Alun-alun Kota Sekayu, menurutku sekarang cukup tertata rapi dan bersih. Semoga orang-orangnya menjaga lingungan dengan membuang sampah pada tempatnya yaaa. Se-pengalamanku dua kali duduk di malam hari, suasananya cukup ramai di depan bola-bola itu (aku menyebutkan begitu, tapi sepertinya itu tempat main futsal dan aku sama sekali belum pernah masuk kesana) [bulatan berwarna ungu di gambar atas]. Penasaran sih, belum ada kesempatan dan teman untuk diajak menggila disini. Wkwk. Maksudku, aku belum menyempatkan waktu sekedar untuk melihat dan menuntaskan penasaranku. Kapan-kapan saja pikirku. Aku juga baru tau kalau ada burung disana. Burungnya cantik, aku suka. Jadi sepertinya di Amerika ya. Eh atau di Turki ya yang aku pernah lihat banyak burung-burung gitu. Maasyaa allah. Semoga makin jaya Musi Banyuasin ke depannya. Baik dari pariwisata, sumber daya alam, dan tak lupa sumber daya manusianya. Semangat, semangat memajukan daerah. Sama-sama kita ya! Menjaga dan memajukannya termasuk rasa syukur kita, kan?
Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” [Ibrahim/14:7] 1

Sumber: 1


Minggu, 22 Januari 2023

2 Ruang Terbuka Hijau di Musi Banyuasin


Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area yang memanjang berbentuk jalur dan atau area mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja di tanam. Dalam Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang menyebutkan bahwa 30% wilayah kota harus berupa RTH yang terdiri dari 20% publik dan 10% privat. RTH publik adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Contoh RTH Publik adalah taman kota, hutan kota, sabuk hijau (green belt), RTH di sekitar sungai, pemakaman, dan rel kereta api. [1]

Hari ini ada yang baru dari aktifitas-ku. Aku pergi bersama adikku. Awalnya memang aku mengajak adikku yang paling kecil, tapi dia tetiba saja membatalkan niatnya ingin pergi bersamaku. "Baik, aku juga biasa pergi sendiri. Aku akan batalkan saja kesana (*baca ruang terbuka hijau)." Beberapa hari yang lalu saya membaca tentang Arsitektur Hijau dalam fotografi, saya jadi penasaran di daerah saya dimanakah yang ada arsitektur hijaunya. Lalu, berfikir tantang Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang baru-baru ini cukup populer di telingaku. Saya lebih suka tempat yang tenang, namun terkadang perlu dan menyukai suasana ramai. Pun bertemu orang baru akan menambah semangatku, jadi saya berfikir untuk kesana, salah satu taman kota, ku rasa ramai karena akhir pekan. 

Yes, terbukti kan. Lebih ramai dari biasanya. Sepanjang jalan pun lebih banyak yang ku temui. Mulai dari kecil-kecil dengan seragam olahraga sekolahnya sampai yang berumur, mungkin dengan baju kesayangannya.

Sumber: 1

Rabu, 31 Juli 2019

Sejarah Musi Banyuasin

Sejarah Singkat Pembentukan Kabupaten Musi Banyuasin

A. Periode 1945 – 1950
     Setelah diproklamasikannya Kemerdekaan Republik Indonesia, pemerintahan awal mulai melakukan penataan dan penyesuaian sistem penyelenggaraan Negara dan Pemerintahan darisistem otokrasi dan birokrasi warisan kolonial ke sistem demokrasi. Namun usaha ini menjadi tersendat-sendat dikarenakan pemerintah lebih berkonsentrasi menghadapi Agresi Militer Belanda I yang ingin menjajah kembali lndonesia. Untuk menghadapi ancaman Belanda dan sekutu-sekutunya, pemerintah dalam hal ini Panitia Persiapan Kemerdekaan lndonesia (PPKI) yang dibentuk tanggal 22 Agustus 1945, mengintruksikan kepada KNI Daerah untuk membentuk Partai Nasional dan Badan Keamanan Rakyat (BKR).
     Ditengah-tengah kancah revolusi mempertahankan kemerdekaan melawan agresi Belanda, pada tanggal 10 Juli 1948 diterbitkan Undang Undang Nomer 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah.  Undang Undang ini berisikan antara lain membagi tingkatan Badan-Badan Pemerintahan Daerah yang terdiri dari Propinsi, Kabupaten, dan atau Kota Besar. Tingkatan yang lebih bawah lagi belum dapat ditentukan karena nama-namanya ditiap daerah Ikota besar berbeda-beda. Namun Pasal 1 Undang Undang Nomor 22 Tahun 1948 menyebutkan bahwa Republik lndonesia dibagi dalam tiga tingkatan yaitu Propinsi, Kabupaten dan Desa/Kota Kecil, Negeri, Marga, dan lain-lain yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.
     Adanya beberapa wilayah yang berhasil dikuasai Belanda kembali, menyebabkan adanya perubahan sistem pemerintahan. Pada tanggal 30 Agustus 1948 Belanda menyetujui dan memberikan hak kepada Dewan untuk membentuk suatu lembaga dengan satu kabinet yang bertanggung jawab pada seorang presiden. Presiden yang mempunyai kuasa perundang-undangan yang sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat, kemudian melantik Abdul Malik sebagai Wali Negara Sumatera Selatan untuk masa empat tahun, sedangkan DPR-nya dilantik oleh Regening Comisoris Besture Aongelegenheden (Recomba) pada bulan April 1948. Negara Sumatera Selatan dibentuk dengan alasan seobagai embrio salah satu anggota Negara Republik lndonesia Serikat (RIS) yang akan datang. Pembentukan Negara Sumatera Selatan inilah yang menyebabkan dikeluarkannya Marga Panukal Abab dari Musi Banyuasin. Selanjutnya tanggal 10 Februari 1950 DPR Negara Sumatera Selatan memutuskan untuk menyerahkan kekuasaannya pada RIS. Tindakan DPR Negara Sumatera Selatan ini mempengaruhi negara bagian lain bentukan Belanda untuk menyerahkan kekuasaaannya kepada RIS. Perlu diketahui Negara Sumatera Selatan, yang bentukan Belanda, sejak didirikan hingga menyerahkan kekuasaan kepada RIS tidak berfungsi karena ditentang rakyat. Namun sebaliknya Pemerintahan Republik masih tetap dihormati dan ditaati rakyat. Hal ini ditandai masih terus diperjuangkannya perlawanan terhadap Agresi Belanda I.
     Begitu pula staf Pemerintah Daerah Sumatera Selatan, bentukan Republik, selalu mendapat tekanan dari Belanda. Untuk menghindari tekanan tersebut dan demi kelancaran pemerintahan maka dr. M. Isa yong menjabat Gubernur Muda Sumatera Selatan, mengungsi dari Palembang melalui Sungai Musi dengan menggunakan kapal roda lambung menuju Lubuk Linggau pada tanggal 23 September 1947, selanjutnya menetap di Curup sebagai pusat pemerintahan Sumatera Selatan.
     Selanjutnya berdasarkan perjanjian Renville, diadakan pertemuan antara pihak Republik dengan Belanda yang bertempat di Lahat. Pada pertemuan tersebut ditetapkan garis statisko Daerah Musi Banyuasin yang hanya mencakup sebagian Kewedanaan Musi Ilir di bagian utara yang meliputi Marga Lawang Wetan, Marga Babat, Marga Sanga Desa, Marga Pinggap, dan Marga Tanah Abang.


B. Periode 1950-1957
     Sejak terbentuknya Republik lndonesia Serikat (RIS). pada 18 Maret 1950 dibubarkan Negara Sumatera Selatan dan disahkan sebagai Negara Serikat oleh RIS pada 25 Maret 1950 yang kemudian disusul penetapan Daerah Istimewa Bangka Belitung pada 22 April 1950. Sejak saat itu susunan pemerintah di Sumatera Selatan terdiri dari Keresidenan, Kabupaten, dan Kewedanaan. Untuk Keresidenan Palembang terdiri dari 6 Kabupaten dengan 14 Kewedanaan. Susunan tingkat pemerintahan dan status Pemerintahan Otonomi tersebut masih tetap mengacu pada Undang Undang Nomor 22 Tahun 1948 meskipun Undang Undang RIS yang diberlakukan.
     Selanjutnya diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1950 sebagai pengganti Undang Undang. Sebagai realisasi dari PP Nomor 3 Tahun 1950 ini, Badan Pekerja yang semula hanya membantu pemerintah dalam melaksanakan tugasnya diganti dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sumatera Selatan dan DPRS yang memiliki sendiri ketuo dan wakil ketuanya. Namun PP Nomor 3 Tahun 1950 belum dapatdiloksanakan sebagai mana mestinya. Oleh karena itu Kepala Daerah bersama-sama Badan Pekerja masih tetap menjalankan segala tugasnya yang semula menjadi tanggung jawab Gubernur atau Bupati.
      Masih dalam rangka penataan pemerintahan di daerah, diterbitkan pula PP Nomor 39 Tahun 1950 yang menetapkan Propinsi Sumatera Selatan (termasuk lampung dan Bengkulu) dibagi atas 14 (empat belas) Kabupaten dan 1 (satu) Kota Besar Palembang, serta 1 (satu) calon Kota Besar Tanjung Karang atau Teluk Betung. Sebagai pelaksanaannya terlebih dahulu dibentuk dewan-dewan kabupaten yang baru terbentuk 4 (empat) dewan kabupaten, yaitu tiga di lampung dan satu di Bengkulu. Selanjutnya PP Nomor 39 Tahun 1950 tersebut dibekukan sebagai akibat mosi dari Hadi Kusumo. Sehingga dengan demikian pembentukan Dewan Kabupaten dan sekaligus Kabupaten Musi Banyuasin tertunda hingga tahun 1954.
     Berhubung pembentukan kabupaten terus semakin mendesak, dengan mengacu pada Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah (Mendagri) Nomor 2 Tahun 1951 dan dengan alasan demi kemajuan demokrasi dan revolusi makapara pemuka masyarakat, kalangan DPR dan Gubernur mengadakan musyawarah yang hasilnya dituangkan dalam Surat Keputusan Nomor 53 Tahun 1954, yang antara lain menetapkan agar segera menata Pemerintahan Marga yang maksudnya agar pemerintahan marga ini menjadi sendi dasar yang kokoh dari pemerintahan atasan dengan menggunakan hak otonomi menurut hukum asli. Hal ini memudahkan penyesuaian diri dengan pembentukan otonomi daerah sambil menunggu Undang Undang Nomor 22 Tahun 1948 yang sedang ditinjau kembali.
     Ide untuk menata Pemerintah Marga sebagai daerah otonomi yang berhak mengurus diri sendiri itu, kelihatannya mendapat pengakuan Kolonial Belanda yang ditandai dengan dikeluarkannya Indis Gemente Ordonanti Buitinguresten (IGOB) Stl 1938 Nomor 490 yang mengatur keuangan Pemerintahan Marga. Berhubung penataan pemerintahan Marga sebagai daerah yang paling rendah menampakkan hasil yang positif, karena disamping dapat mengatur diri sendiri juga ditaati rakyat sehingga pemerintah marga terkesan lebih efektif dan dihormati oleh rakyat. Sambil menunggu Undang Undang Nomor 22 Tahun 1948 diberlakukan kembali, diadakan pembentukan desa percobaan sebagai pilot proyek daerah otonom yang lebih kecil, yaitu Desa Rantau Bayur pada tahun 1953.
     Dalam upaya mewujudkan pelaksanaan pembentukan kabupaten otonom, sementara menunggu ketentuan lebih lanjut SK Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah Nomor 2 Tahun 1951 tanggal 25 Febuari 1951, Gubernur Kepala Daerah Propinsi Sumatera mengeluarkan Surat Instruksi Kebijasanaan Nomor: GB.30/ 1/1951 dan Surat Gubernur tanggal 10 Juli 1951 Nomor: D.P /9/ 1951 tentang persyaratan dan kriteria Pembentukan Kabupaten Daerah Otonom.
Sebagai realisasi kedua surat tersebut, Panitia Pembentukan Kabupaten Otonom (PPKO) mulai melaksanakan tugasnya. Sebagai dasar pembentukan kabupaten adalah wilayah kewedanaan dengan tolok ukur sebagai berikut:
  • PENDUDUK YANG BERJUMLAH SEKITAR 300.000 JIWA,
  • DAERAH PERTANIAN BAHAN MAKANAN (BERAS) DAN HASIL BUMI EKSPOR,
  • PUSAT-PUSAT PERDAGANGAN ATAU PELABUHAN UNTUK EKSPOR-IMPOR, 
  • PERHUBUNGAN YANGSEDERHANA BAIK JALAN DARAT MAUPUN AIR, DAN
  • HUBUNGAN SEJARAH DAN PERTALIAN DARAH ANTARA RAKYAT SETEMPAT.

C. Periode 1957-1965  

     Sebagai titik tolak kegiatan reformasi dan rekontruksi dibidang pemerintahan periode 1957-1965, adalah hasil Pemilihan Umum (Pemilu) yang pertama tahun 1955. Pelaksanaan Pemilu ini diharapkan mampu memperkokoh struktur politik disamping sebagai landasan dasar untuk melakukan penataan bidang pemerintahan sebagai peralihan dari sistem otokrasi birokrasi kepada sistem demokrasi yang berkedaulatan dan otonom.
    Bagi Daerah Musi Banyuasin, sebelum terbentuknya kabupaten tidak dapat berbuat banyak untuk melaksanakan Perundang-undangan tersebut. Baru setelah terbentuk Kabupaten Musi lIir-Banyuasin pada tanggal 28 September 1956, berhasil melaksanakan tugas dengan terpilihnya R.Ahmad Abusamah sebagai Kepala Daerah, Zainal Abidin Nuh sebagai Bupati, dan Ki.H.Mursal dari Partai Masyumi sebagai Ketua DPR. Kemudian diperkokoh dengan Undang Undang Nomor:28 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat II dan Kot Praja di Sumatera Selatan.
Gagalnya Dewan Konstituante membentuk Undang Undang Pengganti UUD Sementara RIS, mengakibatkan dikeluarkanya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yang isinya antara lain membubarkan Dewan Konstituante, dan memberlakukan kembali UUD 1945, dan menyatakan UUD Sementara RIS tidak berlaku lagi. Sebagai tindak lanjut peristiwa ini, semua produk hukum yang bersumber pada UUD Sementara RIS diadakan penyesuaian kembali, bahkan ada yang diganti dengan produk hukum yang bersumber pada UUD 1945.  Sementara menunggu ketetapan lebih lanjut, demi kelangsungan roda pemerintahan di daerah maka dikeluarkan penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 tanggal 7 Nopember 1959 tentang Pemerintahan Daerah.
     Pada Bab I Pasal l penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 ini disebutkan bahwa Pemerintahan  Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu setelah penyesuaian penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959, kedudukan Kepala Daerah masih tetop dijabat R. Ahmad Abusamah, dan Sekretaris Daerah dijabat Abul Korry (Abdul Korry Marajib). Kemudian dikeluarkan pula penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1960 tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRDGR). Dengan maksud penetapan Presiden tersebut Ketua DPRDGR ditetapkan Ki.H. Oemar Mustafah dari Partai Nahdatul Ulama (NU) dan untuk Bupati Kepada Daerah dicalonkan 2 (dua) orang, yaitu Usman Bakar, calon dari Veteran Angkatan 45, dan R. Ahmad Abusamah dari Partai Nasional lndonesio IPNII. Dari hasil pemilihan ini terpilihlah Usman Bakar sebagai Kepala Daerah yang dilantik pada tahun 1961 bertempat di Balai Pertemuan Sekanak Palembang oleh Gubernur Propinsi Sumatera Selatam Kol.Pol. Ahmad Bastari.
     Sesuai dengan isi Bab II Pasal 14 Ayat 1, Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959, bahwa Kepala Daerah adalah alat Pemerintah Pusat dan alat Pemerintah Daerah. Dengan demikian Kepala Daerah diubah menjadi Bupati Kepala Daerah yang dalam hal ini adalah Bupati Kepala Daerah Swatantra Tingkat II Musi Banyuasin, disingkat dengan Daswati II Musi Banyuasin. Karena itu, Usman Bakar sebagai Bupati Kepala Daerah pada waktu serah terima, menerima dua jabatan yaitu sebagai Bupati serah terima dengan Bupati Zainal Abidin Nuh dan sebagai Kepala Daerah serah terima dengan R. Ahmad Abusamah.
     Untuk membantu Bupati Kepala Daerah dalam melaksanakan tugasnya, dibentuklah Badan Pemerintah Harian (BPH). Namun saat itu pembentukan BPH masih belum memungkinkan maka Bupati Kepala Daerah masih dibantu Dewan Pemerintah Daerah (DPD). Pada saat dilantiknya Usman Bakar sebagai Bupati Kepala Daerah Daswati II Musi Banyuasin, seluruh kantor pemerintahan masih berada di Kota Praja Palembang, kecuali Kantor Pekerjaan Umum dan Kesehatan yang telah berada di Sekayu. Hal ini disebabkan pada waktu pembentukan kabupetn otonom oleh PPKO, Kabupaten otonom Musi Banyuasin tergabung dalam Kabupaten Palembang Ilir di bawah Keresidenan Palembang. Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah Nomor: Des.52/2/37-34 tanggal 1 April 1963 secara resmi ditetapkan Sekayu sebagai Ibukota Kabupaten Daswati II Musi Banyuasin.
     Kemudian masa jabatan Bupati Kepala Daerah Daswati II Musi Banyuasin (Usman Bakar) berakhir. Sementara menunggu pemilihan Bupati, ditunjuk M. Sohan sebagai Pejabat Bupati Kepala Daerah Daswati II Musi Banyuasin yang ditugaskan melaksanakan pemerintahan disamping melaksanakan pemilihan Bupati. Pada saat pemilihan terdapat 3 (tiga) orang calon yang dlpllih, yaitu Abdullah Awam dari ABRI/TNI AD, M.Suhud Umar dari Polri, dan Arbain dari Partai Sarikat lslam lndonesia (PSII). Dari pemilihan tersebut terpilihlah Abdullah Awam yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: UP.14/11/39-1992 tanggal 18 Desember 1965. Pada saat pemilihan Bupati Abdullah Awam, Ketua DPRD-GR masih dijabat Ki.H.Umar Mustofah dan kemudian pada masa jabatan Bupati yang sama, digantikan oleh Abusamah Sahamid dari PSII. Setelah itu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: Pemda.7 /2/25/82 tanggal 3 Maret 1971 Bupati Abdullah Awam mengakhiri masa jabatannya yang kemudian digantikan oleh Syaibani Azwari periode 1971-1976 dengan Ketua DPRD-GR Abdullah Suin.
     Selanjutnya masih dalam rangka penertiban struktur Pemerintah Daerah, diterbitkan Undang Undang Nomor: 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintah di Daerah. Dan sejak dikeluarkannya Undang Undang ini penyelenggaraan pemerintahan daerah semakin tertib dan efektif. Hal ini dikarenakan Undang Undang tersebut lebih menyentuh kepentingan Pemerintah Pusat dan Daerah dengan adanya azas Dekonsentrasi dan Desentralisasi serta azas Pembantuan. Dengan demikian kedudukan menjadi Kepala Daerah dalam menyelenggarakan Pemerintah Daerah dan sebagai alat Pemerintah Pusat di daerah semakin jelas, sehingga Bupati sebagai penguasa tunggal di daerah merupakan salah satu sarana koordinasi yang paling tepat untuk menyentuh persepsi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
     Berdasarkan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1974, dilaksanakan pemilihan Bupati Kepala Daerah selama 5 tahun sekali demikian juga dengan pemilihan Ketua dan Wakil Wakil Ketua DPRD setiap usai Pemilu. Pelaksanaan UU tersebut mulai berjalan mantap sejak periode Bupati Kepala Daerah dijabat H.Amir Hamzah sampai dengan terpilihnya H. Nazom Nurhawi.
Adapun urutan Bupati Kepala Daerah berdasarkan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1974 adalah sebagai berikut:
1.       H. Amir Hamzah, Letkol Infantri, ditetapkan dengan SK Mendagri Nomor:Pem.7 /5/13-220 tanggal 14 Juni 1976. Sebagai pengganti Bupati Syaibani Azwari dan sebagai Ketua DPRD adalah Rozali Harom. Selanjutnya Bupati Amir Hamzah terpilih kembali untuk kedua kalinya untuk periode 1981-1986.
2.       Sulistijono, Letkol Kavaleri, ditetapkan dengan SK Mendagri Nomor: 131.26-83 tanggal 3 Juni 1986, periode 1986-1991,dan sebagai Ketua DPRD masih dijabat Rozali Harom
3.       Arifin Djalil, Kolonel Infantri, ditetapkan dengan SK Mendagri Nomor: 131.16488 tanggal 1 Juni 1991 periode 1991-1996, dan sebagai Ketua DPRD dijabat Alirudin SH.
4.       Nazom Nurhawi, Kolonel CHB, dengan SK Mendagri Nomor: 13.26-404 tanggal 4 Juni 1996, periode 1996-2001, dan sebagai Ketua DPRD dijabat Dr. Zainal Ansori dari Golongan Karya.
Pada tahun 1999 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Kemudian pada tahun 2004 terjadi perubahan atas Undang-Undang tersebut dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Pada masa otonomi daerah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 dan Undang-Undang 32 tahun 2004, telah dilaksanakan 2 kali pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, Bupati dan Wakil Bupati yang terpilih yaitu :
1.       H. Alex Noerdin dan Mat Syuroh, periode 2001-2006, dilantik pada tanggal 31 Desember 2001.  Bupati dan Wakil Bupati dilantik berdasarkan SK Mendagri Nomor 131.26.491 dan 131.26.492 tahun 2001 tanggal 26 Desember 2001 dan sebagai Ketua DPRD dijabat Letkol (CPL) Lili Achmadi.
2.       H. Alex Noerdin dan H. Pahri Azhari, periode 2007-2012, dilantik pada tanggal 16 Januari 2007, berdasrkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 6 tahun 2006 tentang pengesaha, pengangkatan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kab. Musi Banyuasin.
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Musi Banyuasin untuk periode 2007-2012 untuk pertama kali di Kab. Musi Banyuasin dipilih langsung oleh masyarakat yang sudah memiliki hak pilih sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 6 tahun 2005.
Pelaksanaan Pilkada langsung di Kab. Musi Banyuasin berjalan dengan tertib dan sukses dan diharapkan menjadi contoh untuk pelaksanaan pilkada langsung bagi daerah-daerah yangakan melaksanakan pilkada langsung.
Berdasarkan hasil kesepakatan anggota DPRD Muba, terpilih H. Sulgani Pakuali, S.IP sebagai ketua DPRD Kab. Musi Banyuasin periode 2004-2009 yang dilantik pada tanggal 27 Oktober 2004.

     Pada awal kemerdekaan, Kabupaten Musi Banyuasin terdiri dari dua kewedanaan yang berada di bawah keresidenan Palembang. Yaitu Kewedanaan Musi Ilir yang berkedudukan di Sekayu dan Kewedanaan Banyuasin yang berkedudukan di Talang Betutu. Oleh karena itu seiring terbentuknya BKR Palembang maka pada tanggal 27 September 1945 dibentuklah BKR Musi Banyuasin yang berkedudukan di Sekayu. Badan Keamanan Rakyat (BKR) Musi Banyuasin dipimpin oleh Kapten Usman Bakar dan didampingi dua wakil pimpinan, yaitu A. Munandar Wasyik (Wakil Pimpinan I), serta Nawawi Gaffar dan A.Kosim Dahayat (Wakil Pimpinan II).
     Sesuai dengan ketentuan tersebut maka dibentuklah Kabupaten Musi lIir-Banyuasin yang merupakan gabungan dari Kewedanaan Musi llir dan Kewedanaan Banyuasin yang dimasukkan dalam lingkup Kabupaten Palembang llir, Selain itu terdapat dua kewedanaan lain yang masuk lingkup Kabupaten Palembang llir, yaitu Kewedanaan Lematang/Ogan Tengah dan Rawas. Akan tetapi hasil kerja PPKO dan DPD Propinsi Sumatera Selatan tidak berlanjut, sehingga kewedanaan masih berfungsi sampai dikeluarkannya Undang Undang Nomor: 26 Tahun 1959. Dengan Undang Undang baru ini, terbentuklah Kabupaten-kabupaten dan Kotamadya di Propinsi Sumatera Selatan, yang terdiri dari 8 (delapan) kabupaten dan 2 (dua) kotamadya, termasuk diantaranya Kabupaten Musi Ilir Banyuasin dengan jumlah penduduk 463.803 jiwa, yang ibukotanya Sekayu.



Sumber: Klik here!


Rabu, 10 Juli 2013

Sekayu (Other History_)

Dahulu kala, hiduplah dua keluarga yang berbeda status. Mereka adalah si miskin dan si kaya. Si kaya mempunyai segalanya, kebun dimana-mana dan harta berlimpah. Sedang si miskin hanya rumah tua yang sudah reot dengan tanah yang menumpang di si kaya. Si kaya mempunyai anak tunggal perempuan yang bernama Syafira Marfuah. Dia hidup bahagia di dalam rumah yang megah itu. Sedang si miskin selalu kesusahan untuk makan.
Diam-diam, anak si kaya selalu memberi makan  si miskin. Apalagi, anak si miskin sangat tampan. Dia melakukannya secara diam-diam karena orang tuanya tak mau anaknya bergaul pada orang miskin. Dilakukannya perbuatan itu setiap hari. Lama-kelamaan anak si miskin berani untuk mengajak Syafira untuk ke hutan menikamati angin sore diatas rumah pohon. Bukan main senangnya si Syafira. Bahkan dia ingin di ajak setiap sore kesana.
Suatu sore, Syafira meminta izin kepada ibunya untuk pergi jalan-jalan. Karena kecurigaannya, sang ibu mengirim pengawal untuk selalu mengawasi si Syafira.
“Ngapain kamu disini?” tanya Syafira pada pengawalnya.
“Ampun, putriku. Hamba hanya diperintahkan oleh ibu putri.”
“Ohhh.. kalau begitu kau harus menjaga rahasia ini ya!”
“Memangnya tuan putri mau kemana?” tanya si pengawal penasaran.
“Saya akan pergi ke hutan.”
“Tapi, itu kan bahaya, tuan putri?”
“Sudah diam saja kamu, aku punya teman untuk kesana. Sekarang cepat kamu pulang sana!” perintahnya dengan agak kasar.
            Si pengawal tak berani untuk menentang sang majikannya. Lalu, pulanglah dia kerumah. Setibanya di rumah, dia ditanya oleh ibu Syafira kemana buah hati kesayangannya pergi. Setelah si pengawal menjawab bahwa anaknya pergi ke hutan. Dia marah besar. Sang pengawal ketakutan dan lari terbirit-birit. Dan tidak pulang selama seminggu ke rumah majikannya.
            Malamnya, sang putri pulang. Ibunya langsung memeluknya.
“Kemana saja kamu ini Syafira?. Ibu sangat khawatir dan was-was menunggu kehadiranmu” ucapnya bergetar.
            Namun, Syafira hanya diam. Dia takut ibunya akan marah. “Kalau saja ibu tahu aku pergi ke hutan bersama anak sebelah, pasti aku dimarah.”pikirnya dalam hati. Kemudian dia langsung masuk ke kamarnya. Hiasan kamar yang elegan membuatnya terbayang-bayang dengan kejadian sore tadi bersama anak yang tampan itu. Disana dia di ajak untuk memakan buah petai cina. Dia merasa sangat senang sekali. Mengingat dia tak pernah diajak oleh seorang lelaki pun untuk jalan bersama, kecuali lelaki tampan yang miskin itu.
            Seluruh kebun jeruk dan pohon parah yang dimiliki oleh orangtuanya tak mampu untuk membuat Syafira bahagia. Dia menyarankan kepada orangtuanya untuk menanam pohon petai cina di sela-sela kebun oramgtuanya. Dia sangat senang tatkala pohon itu tertancap di tengah-tengah kebun jeruknya.
“Terima kasih, Ayah. Aku sangat menyayangimu?” ucapnya setulus hati.
“Iya anakku. Aku senang pulek misal nga senang1.” Balasnya dengan suara cemprengnya.
Hari itu benar-benar hari yang paling membahagiakan untuk Syafira. Bahkan dia berencana untuk mengajak anak si miskin untuk membuatkannya rumah pohon disana.
            Keesokan harinya, dia mengajak anak misikin yang tampan itu di pohon petai cina-nya. Sang lelaki menyiratkan bahwa ia juga senantiasa senang bisa diajak kesana. Tiba-tiba ayah Syafira datang dan marah-marah.
“Kenapa kamu disini, miskin. Aku tak sudi anakku dekat-dekat kamu.”
“Maaf, Pak.” Balasnya singkat.
“Sudah pergi sana!. Anakku tak butuh orang seperti kamu.”
Hinaan demi hinaan diterimanya dengan lapang dada. “Aku kini sedang belajar sabar.”ucapnya dalam hati. Kemudian ayah Syafira mendorong anak tampan tapi miskin itu hingga tersungkur. Kemudian, dia bangkit dan pulang kerumah.
“Dasar tak tahu terima kasih. Sudah ditumpangi tanah mau numpangi anak saya juga. Dasar kurang ajar.”tanpa sadar sang ayah telah mengucapkan kata-kata yang begitu menusuk hati bagi sang lelaki.
Sedang anaknya, menagis menyaksikan ayahnya bersikap kasar terhadap orang yang di cintainya. Orang yang telah membuat hidupnya lebih bermakna dan berwarna. Namun, ayahnya seperti tak tau terima kasih. Setibanya dirumah Syafira menjelaskan semuanya.
“Ayah, sebenarnya dialah orang yang paling berarti setelah ayah dan ibu. Dia memberikan semangat untuk aku hidup. Sedang ayah tak pernah memberikan  perhatian kecuali ibu. Aku kesepian. Aku inginkan orang yang bisa membuatku tertawa, bisa membuatku bisa merasakan dunia yang sebenarnya.”
“Memangnya, selama ini kau tak merasakan itu semua.”tanya ayahnya dengan lembut.
“Tidak, ayah. Aku merasa hidupku paling suram sebelum kehadirannya. Tapi kini semua itu berubah. Bisakan ayah mengerti sedikit tentang perasaanku.”
“Baiklah, kuizinkan kau untuk bersama dengannya.”
            Setelah itu, langsung saja dia menemui lelaki tampan yang akan segera kaya itu. Mengajaknya kerumah pohon dan mengambil buah pohon petai cina. Ketika dia sedang memanjat pohon itu. Ranting pohon itu lepas dari pohon.
“Seka-kayu, Seka-kayu.” ucap gadis itu berulang-ulang.


            Lama-kelamaan, kata “Seka-kayu” menjadi kata “Sekayu”. Jadilah kota Sekayu hingga saat ini.
*Aku juga senang jika kau senang

Minggu, 23 Juni 2013

Sekayu

           Sekayu. Sekayu. Banyak banyak cerita yang mengisahkan nama tersebut. Salah satunya adalah ditulis dalam Buku Berjudul “Bumi Serasan Sekate Dan Penduduknya Oleh DR (Mc) Drs. H. Yusman Haris yang intinya mengenai Asal nama Sekayu, bermula dari perdamaian antara warga Kampung Pangkalan Balai dengan Warga kampang Soak, yang mana pada waktu berdamai, hidangan-makan atau minumnya dialas dengan Dasar (kain Belacu Sekayu) namun tidak menyebutkain Tahunnya terjadina itu kapan? Dan juga ada yang berpendapat dari pertemuan dua orang bersaudara atau adik dan Ayuk naik pohon kayu lalu “Seka” atau koyak dahan kayu itu.
Setelah diadakannya penelitian dan langsung bermunajat diatas Makom Puyang Depati Kampung Empat , lalu mendapat wansit bahwa Nama Sekayu adalah dari Namanya salah satu Putri Puyang Kilat Kemarau (Tahaji¬bin Sajidin ) yaitu Sak Ayu, Putri Ketiga silsilah keturunannya.
Memang Putri ketiga cantiknya melebihi saudaranyat waktu kecil sering gemar mengikuti orang tuanya berladang di seberang Dusun Soak yaitu Sekayu sekarang, selain itu Sak Ayu mempunyai Kundu atau Tua Padi, mungkin saja sesuai zamannya bahwa Dia keturunan Orang sakti lagi terpandang dan dikasih Jabatan Hulu Balang zaman Depati Sahmad Bin Sakaji.
Nama ‘Sak Ayu’ atau Kota Sekayu dikenal warganya sejak ± 1745 M dan dari fakta serta data sebutan bagi Orang Desa sekeliling ‘Sekayut’. Jika hendak ke kota Sekayu, Bila ditanya hendak  kemana ? Maka jawabnya hendak ke SEKAYU , lidah atu dialek/ucapan ini sekarang masih tetap.
Kota Sekayu tempo dulu, adalah kota Marga Mantri Melayu , yang asal nama itupun diambil dari bujang Melayu ( Rio Kaos ) semasa Depati Sahmad beliau adalah Juru tulis Marga dan memang orangnya pendatang dari Tanah Melayu (Malaka) merantau ke Daerah Musi dan menetap di Dusun Soak ( Nama Sekayu 2) dulu dan menikah dengan keponakan Puyang Depati Sahmad Bin Sahaji , maka dari contoh nama -nama tersebut memberikan nuansa kepada kita yang ada sekarang.
Sekayu adalah sebuah kecamatan yang menjadi ibukota dari Musi Banyuasin sekaligus kota yang berada di bawah naungan Sumatera Selatan. Sekayu berdiri pada tahun 1745 M. Artinya kota Sekayu pada tahun 2006 telah berumur ± 261 Tahun. Kota yang bisa di jangkau dalam waktu ± 3 jam dari kota Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia  ini memiliki berbagai macam keunikan dan keunggulan dari kecamatan lainnya yang berada di Sumatera Selatan serta sejuta prestasi yang membanggakan. Prestasi tersebut mulai dari dunia pendidikan hingga budayanya yang tersohor ke seluruh penjuru dunia. Salah satu prestasi besar dalam dunia pendidikan ialah berkesempatannya siswa SMAN 2 Sekayu mengukir sejarah dan menginjakkan kakinya di bumi Turki dalam rangka mengikuti lomba mewakili Indonesia. Tentu saja hal itu tidak dapat diraih jika masyarakatnya tidak memiliki semangat tinggi dan bekobar seperti api. Sesuai dengan semboyan daerah yang telah temurun mendarah: mati dem asak ngetop (biar mati yang penting ngetop => yang penting tercapai keinginan). Begitulah mereka, suku Sekayu rela berdarah-darah dalam mengejar harapan-harapannya. Biar mati yang penting tercapai keinginan. Masyarakat Sekayu dalam mengejar harapan, tergolong ambisius.
Masyarakat Sekayu tersebar keluar di beberapa tempat di propinsi Sumatera Selatan. Arti hurufiah Sekayu adalah `satu kayu', maksudnya adalah sepotongan kain panjang yang digelar di mana di atasnya mereka duduk untuk makan bersama. Ukuran standar dari panjangnya kain disebut sekayu. Suku Sekayu, adalah salah satu komunitas suku yang bermukim di kabupaten Musi Banyuasin provinsi Sumatera Selatan. Populasi suku Sekayu diperkirakan lebih dari 250.000 orang.
Suku Sekayu hidup di rumah-rumah yang didirikan di tepi sungai atau di atas permukaan air sungai di sungai Musi. Mereka dari sejak dahulu sudah hidup menetap di wilayah ini.. Tidak seperti umumnya suku-suku di Indonesia, suku Bugis, Minangkabau atau Jawa, suku Sekayu jarang berpindah-pindah ke tempat yang jauh. Mereka adalah suku bangsa yang betah hidup di wilayah mereka sendiri, jarang melakukan perantauan atau bermigrasi ke daerah lain. Pergerakan mereka biasanya paling jauh hanya sampai kota Palembang. Bahkan tidak jarang ditemui masyarakat dari daerah lainnyalah yang melakukan perantauan atau bermigrasi ke Sekayu, Musi Banyuasin.
 Rumah-rumah suku Sekayu ini berbentuk rumah panggung. Sebagian besar mereka mendirikan rumah mereka di atas permukaan sungai, atau di tepian, tetapi tidak sedikit yang membangun  rumah jauh dari sungai. Salah satu kebudayaan asli yang berkembang dalam masyarakat Sekayu adalah senjang. Senjang adalah salah satu bentuk media seni budaya yang menghubungkan antara orang tua dengan generasi muda atau dapat juga antara masyarakat dengan pemerintah didalam penyampaian aspirasi yang berupa nasehat, kritik maupun penyampaian strategi ungkapan rasa gembira. Disebut Senjang karena arena antara lagu dan musik tidak saling bertemu, artinya kalau syair berlagu musik berhenti, kalau musik berbunyi orang yang bersenjang diam sehingga keduanya tidak pernah bertemu.
Sistem kekerabatan pada suku Sekayu berdasarkan hubungan patrilineal. Para istri wajib memelihara peraturan dan keharmonisan rumah tangga. Tradisi suku Sekayu adalah selalu menginginkan anak laki-laki, karena dianggap sebagai jaminan bakal negeri (memperkuat kuasa mereka) dan jaminan kelanjutan garis keturunan mereka (negakke jurai) atau marga.
Bahasa yang diucapkan oleh masyarakat suku Sekayu, adalah bahasa Melayu Sekayu, yang masih dekat dan mirip dengan bahasa Palembang. Bahasa suku Sekayu dikelompokkan ke dalam rumpun bahasa Malayic. Bahasa Sekayu biasanya berfonem ‘e’, contohnya jika bahasa Indonesia apa, siapa dan dimana maka dalam bahasa Sekayu akan menjadi ape, siape dan dimane.
Masyarakat suku Sekayu hampir seluruhnya adalah penganut agama Islam, dan hanya sebagian kecil yang memeluk agama Kristen. Setiap desa di Sekayu selalu terdapat bangunan rumah ibadah mesjid atau langgar. Tetapi walaupun pada umumnya mereka telah beragama, tetapi sebagian besar dari mereka masih menjalankan beberapa praktek okultisme dan kepercayaan animisme yang mungkin berasal dari masa nenek moyang mereka dahulu. Mereka sering pergi ke dukun (ahli nujum) di saat menghadapi masalah dan kesulitan.
Masyarakat suku Sekayu hidup pada bidang pertanian. Mereka menanam padi sawah atau padi ladang, selain itu mereka juga menanam ubi kayu, jagung, kacang tanah dan kedelai. Sementara itu tanaman karet, cengkeh dan kopi juga menjadi sektor perkebunan utama mereka. Pada kerajinan industri rakyat yang terkenal dari wilayah Sekayu adalah berupa batu-bata dan genteng. Masyarakat suku Sekayu yang bermukim di Palembang, beberapa dari mereka sukses menduduki sektor pekerjaan penting, mulai dari guru, dosen universitas, ahli riset, hartawan dan pengembang lahan, pekerja galangan dan juga sebagai penarik becak.