Senin, 30 September 2013

Semua ini

Aku cuma capek terus-terusan di pojok-in. Capek banget! -_-
Aku capek sama orang yang kasar. Capek banget! Banget!
What's wrong with me? Maaf sajalah. Aku juga gak akan ganggu kamu lagi kok. Capek! Sumpah capek! Ingat ajalah itu..
Aaaaa, gk nyangka aja smpe bicara sekasar itu.
OKE. oke oke. Cuma gak habis pikir aja kok.


Selasa, 17 September 2013

Sejuk Mentari

“Kamu suka dia ya?” tanyanya padaku.
“Tidak, tidak.” jawabku singkat.
“Kamu suka dia ya?” tanyanya lagi kepadaku. Ekspresi wajahku langsung berubah tatkala dia menanyakan hal itu kepadaku. Menanyakan kebenaran perasaanku itu. Tidak tahu kenapa, jantung ini rasanya berdegup lebih cepat dan lidah ini terasa begitu berat untuk mengatakan tidak ketiga kalinya. Hatiku memberontak. Dia ingin aku mengatakan iya tetapi di dalam pikiran ini hanya ada kata tidak.
“Hentikan percakapan ini. Aku muak. Aku lelah. Aku…aaa…” hingga akhirnya kalimat itulah yang terlontar dari mulutku. Aku langsung berlari tanpa menyelesaikannya. Berlari sejauh mungkin dan berlari sekuat tenaga sebagaimana aku menahan perasaan ini. Sebagaimana aku tidak mempedulikan rasa sakit yang mendera kakiku. Tidak memperdulikan juga air mata air mata yang terus mengalir deras melalui kelopak mata ini. Yang kupikirkan saat ini hanya bagaimana cara menghilangkan dengan cepat rasa ini atau mempertahankannya untuk waktu yang lama. Waktu yang tidak bisa aku perkirakan.
Setelah berlari cukup jauh itu, rasa lelah mulai kurasakan. Aku menghentikan langkahku tepat di bawah pohon. Kulihat tempat duduk disana. Perlahan aku mengangkat kaki mendekati tempat itu. Tidak kutolehkan sedikit pun kepala kebelakang. Terus berjalan maju semakin dekat dan semakin mendekatinya. Percaya bahwa aku akan segera menemukan ketenangan disana. Melupakan sejenak kegelisahan.
Kupandangi pepohonan yang berada di sekelilingnya. Memang benar aku merasakan ketenangan disana. Namun kembali aku teringat akan rasa itu. Gelombang kesedihan bercampur dengan gelombang kegilaan menenggelamkanku ke dasar laut kepedihan yang mendalam. Bahkan bukan hanya bisa dikatakan gelombang tetapi lebih ke ibaratkan tsunami, mengguncang jiwa dan memporak-porandakan hati ini. Terus dan semakin dalam aku terbuai oleh semua rasa itu. Mungkinkah ini salah?
“Aaaa…. Kalian?” aku langsung berteriak dan kembali berlari ketika mereka datang. Aku ingin pulang.  “Kenapa mereka disana? Kenapa aku bisa bertemu dengan mereka?” berbagai macam pertanyaan bersarang dikepalaku. Dan hal itu hanya aku yang mampu menjawabnya.
“Mereka masih saling menyayangi.” pikirku seraya berlari. Aku telah menyakiti dia, aku menyakiti dia. Maafkanlah. Aku tak kuasa menahan air mata. Dalam suasana hati dan pikiran yang kacau, mereka memanggilku yang terus menjauh.
“Heeyy, rasamu tidak pernah salah. Kau benar. Kau menyayangi dia, bukan?” teriaknya dari kejauhan. Hanya samar-samar yang bisa kudengar. Namun entah mengapa, kaki ini terasa begitu berat untuk kembali melangkah. Aku berhenti sejenak bukan untuk mendengakan kicauan dia tetapi lebih ke bahwa kakiku sudah lelah.
“Jika kau menyayangi dia, maka mendekatlah!” aku ragu jika itu hanya tipuan maka aku pun tidak bergerak dari tempatku. Masih dalam posisi yang sama, untuk kali ini aku menoleh kebelakang. Berharap benar-benar ada apa yang dikatakan olehnya. Aku melihat wajah mereka berdua.
“Kemarilah, jika kau memang benar-benar menyayangiku.” ucapnya dengan lembut. Aku kembali hanya bisa diam.
“Jika memang iya, kemarilah!” diulanginya lagi kata-kata itu. Aku tidak tahu harus berkata apa. Haruskah aku mendekat? Atau menjauh? Aku takut menyesalinya. Aku menatap kesebelah kanannya . Ia pun seakan mengatakan yang sama.
“Kakaaaaak, aku sayang kakak.” Aku berlari secepat mungkin untuk segera meraih tangannya. Benar-benar dag dig dug jantung ini. Aku rasakan suhu tubuhku yang meningkat. Keringat bercucuran dari segala arah.
            Aaah, aku terbangun. Sayang sekali  itu hanya di dalam mimpi. Tetapi, merasakan mimpi yang begitu indah itu, membuatku sangat bahagia. Walaupun itu semua tidak mungkin terjadi, seperti sang mentari yang tidak mungkin akan sejuk. Bahkan semakin memanas. J J J

Nausea and Ludicrous

Honestly,
Aku tak pernah ingin merasakanini
Rasa membenci

Only,
Ini perasaan yang sulitdijelaskan
Antara sayang dan kemarahan

Mungkin,
Aku tak sendiri disini
Tapi, sebaliknyalah yang terjadi

End,
Hanya satu harapan yangkuinginkan
Sebuah kebahagiaan

            Terlalu lama aku memendam semua rasaini. Begitu berat menahannya agar tak pernah terungkap. Semua itu karena aku takut mengecewakanmu. Jika saja, aku mampu melenyapkan semua rasa ini mungkintidak akan menjadi seperti ini. Suasana saat ini, membuat aku merasa sedikitcanggung bersamamu. Aku ingin sekali pergi dari sisimu. Tidak mempedulikanmulagi. Tapi, aku tak bisa berpura-pura acuh terhadapmu. Semua sandiwara ituterasa sangat menyakitkan. Aku... aku sayang kamu, sesungguhnya. Hahaha, itu hanyaucapan semata. Jangan dipedulikanlah, itu hanya humor untuk tidak membuatmumembenciku.
            Sekali lagi, ingin rasanya akupergi. Pergi... Pergi. Lihatlah, bahkan hanya dengan menatapmu aku merasasakit. Tidakkah kau mengerti? Oh, aku tahu tentulah tidak. Tapi, setidaknya kaumau menjaga perasaanku untuk tidak membuatku terluka. Membuatnya seperti biasa.
            Mungkin aku harus sedikit lebih kuatuntuk sementara waktu dan mencoba untul bertahan pada perasaan ini. Namunlihatlah, kau merusak semua niat baikku bahkan menghancurkannya. Perlahan kaumerasa berrsalah, perlahan kau merasa terluka juga. Perlahan kau menyatakanbahwa ini semua salahmu. Tapi, hanya dimulutmu saja. Aishh, dasar kau! Kenapakau seperti itu? Kau tahu sesungguhnya aku menginginkan ketulusanmu. Tapi,Impossible! Kau telah memberikan lukapadaku maka aku membutuhkan waktu untuk menghilangkan luka itu. Ah, mungkin takperlu untuk menyembuhkan bekas luka itu.
            Ah, tapi setidaknya aku inginmengucapkan terimakasih karena telah menganggapku ada. Dan aku akan benar-benarmengucapkan selamat tinggal. Aku akan benar-benar pergi.