Sabtu, 30 November 2013

Kisah Cinta Ku



          Kalo aku di tanya tentang cinta apalagi pacaran, untuk saat ini aku Cuma bisa jawabnya, aku gk punya pacar dan belum pernah pacaran. (*eitts maksudnya selama aku sekolah smp dan sma doang.)  Lahh, berarti SD pernah dong, iya sd pernah. Aku pernah pacaran waktu SD. Hihi, Itu cinta monyet kale dan aku juga gk ngerti apa-apa tentang pacaran waktu itu. Haha. Jangan mikir yang ngga-ngga ya, itu memang semua anak SD di tempatku memang udah pacaran semua, *gila gak ya?. Bahkan banyak juga loh yang tamat SD langsung nikah, (*Bayangin nikah, nikah, sekali lagi nikah, sobat?) Hadehh. Itu masa tersuram yang pernah aku alami. Tapi, Novi sering merasa sangat beruntung karena novi nggak berada lagi disana. Novi udah pindah jauh. Jadi Novi nggak terpengaruh lagi sama budaya di tempat Novi disana. Dan menjadi anak remaja yang takut sama pacaran. Dan nggak ketinggalan jaman amat dah. Kan Udah bisa menjadi anak yang bisa buka internet (tau facebook, twitter, dan ini salah satunya tau juga nge-blog, walaupun baru pemula. Wkwk). (*Kalo di tempat Novi mah mana ada yang kayak gini, listrik aja belum ada. Pelajaran bahasa inggris aja gak ada-_-)Miris sih, tapi mau gimana lagi, disana ya keadaaanya kyak gitu, sobat. (Nah yang tentang pelajaran bahasa inggris ini, rencananya mau Novi tulis juga di blog sini tapi versi yang lainnya). Oke lanjut kecerita yang tadi…
            Kisah itu bermulai, saat aku suka sama seseorang. Dia mah pinter, sopan, baik dan lumyaan lah gantengnya.  Ih hampir lupa kalo dia itu orangnya maniss. Juga. (Pokoknya perfect dah, Manteep orangnya) *Kek dulu tau aja, hahaha. Yahh, ada sih yang suka juga sama dia, namanya juga cowok idaman semua cewek. Wkwk. Tapi, Aku gak tau juga itu rasa suka atau bukan yang pasti aku sering loh ngeliatin dia. (*hahaha kek kurang kerjaan banget sih, Novi. Baru nyadar sekarang oas udah kelas dua sma). hahaha
            Hihi, aku mah temen deketnya adeknya dia. Jangan salah, Cuma adek sepupu yang usianya tidak terpaut terlalu jauh dan dia menduduki kelas sama dengan kami. Temen akrab benget. Bisa dikatakan kalo kami itu kek punya geng gitu. Gengnya orang-orang keren dan pinter. Hihi boleh kali ya sedikit bangga Novi, karena Novi selalu bisa unggul dari temen-temen Novi. Mulai dari deket sama guru sampe peringkat di kelas. Hihi tapi Novi selalu nggak bisa ngalahin orang yang Novi suka, Novi selalu aja berada di bawahnya dia. Emang dari kelas satu dia terus yang peringkat pertamanya dan Novi Cuma bisa dibawahnya dengan peringkat kedua. *dulu sempet mikir gimana caranya supaya bisa ngalahin dia, smpe waktu kelas 4 akhirnya Novi bisa ngalahin dia, Novi yang pertama dan dia harus berada di bawah Novi menjadi urutan kedua setelah Novi. Ugggh, senengnya minta ampuuuun. *dia mah harus puas dengan hasil yang diterimanya.,, novi tersenyum bangga waktu itu,
 Ngoming-ngomong cerita yang tadi, Namanya juga adek, tetep aja manja sama kakaknya. Gue sih kadang iri. (*eitss jujur gpp kali ya. Emng aku iri waktu itu, gimana nggak coba dia selalu di perhatiin sama kakaknya itu dan kadang juga selalu berdua. Ih so sweet banget deh pokoknya. Sedangkan Novi, Cuma bisa liatin doang sama mendem perasaan *hadehh kasiaan sekali kau Novi. Wkwkw.) Tapi, aku gak pernah cerita sama adeknya kalo aku suka sama kakaknya. Wkwkw. Novi malu lah. Masa’ mau cerita-cerita tentang gituan gitu? (*kan nggak bangettt.)
Singkat cerita, pas terkahir Novi bisa ngalahin dia dapet peringkat pertama, ada isu kalo Novi bakalan pindah dari daerah sana. Novi mah nggak mau. Novi udah pindah berapa kali coba. Dari Palembang, ke daerah itu dan pindah lagi kedaerah Novi yang sekarang. Hadehhh. Novi udah nyaman sama lingkungan yang disana. Tapi kan orang tua mau pindah, ya udah novi bisa apa. Novi mah ngikut aja,  akahirnya Cuma bisa gitu.
Ceritanya sekarang Novi udah di daerah barunya Novi. Disini jauh berbeda dengan kehidupan Novi disana. Jauh beda pokoknya. Mulai dari segi empat sampai yang nggak berarturan. *hihi, itu kidding kok. Tapi yang pasti beda banget sama kehidupan Novi disana. Ngomong-ngomong walaupun Novi udah pindah jauh ternyata rasa novi nggak ketiggalan disana loh *dikira bus apa pake ketinggalan segala. Ya iyalah nggak ketinggalan, kan hatinya juga dibawa, haha. Selama itu Novi bisa mendem perasaaan? Kok sekarang nggak yakin Novi bisa ngelakuin hal itu. Segila itu.
Eitss ngomong-ngomong pas hari terkahir Novi ada disana Novi ceritaiin loh sama adeknya. Walaupun nanti di certain dia nanti sama kakaknya, yang penting Novi mah udah jauh gitu. Dulu mah belum ada handphone para anak-anak kecil kek kami disana. Kan listrik aja belum ada. (*bahkan Novi yang udah sma aja, kalo kesana waktu liburan masih aja belum ada listriknya, walaupun hampur semua anak udah punya hp semua. Hihi.)
Ini nih bagian yang Novi paling tunggu, Novi masih inget bener hari itu, hari minggu ya. Pagi-pagi pas Novi baru kelar nyuci kalo nggak salah kelas 9 semester satu lah. Nah pas hari itu hp nya Aba nya novi bunyi tuh (*walaupun keseringan Novi yang pakenya. Wkwk). Tau nggak dari siapa, tau, nggak siapa? Yah, si dia lah. Hadeh.. gue sampe loncat-loncat tuh saking senengnya. Itu kan yang angkat pertama nya my mom nih ya, teruss katanya “Novi, kawanmu. Nanyain kamu, tuh.” Awalnya aku aneh sih. Jarang-jaraang temen gue nelpon biasanya juga Cuma ngirim pesan singkat. Truss gue jawab tuh telpon. Suaranya imut kek cew. Aku tanya aja siapa, jawabnya yah yang pasti namanya dia lah. Aku bahagia bangett saat itu. Ya udah, singkat cerita gue lebih sering pegang hape dan komunikasi terus sama dia. Hihi, kangen tauu, udah berapa tahun gak ketemu. Wkwk. Sampe-sampe ada yang bilang kita pacaran, tapi aku gak tau yah perasaan dia kek gimana sama Novi,. Udah berapa bulan kita komunikasi tapi dia ngilang. Yah tau nggak, Novi langsung sedih lah. beberapa hari Novi jadi sepii. yah. kn gak punya temen buat sms lagi. Sedih sih tapi mau gimana lagi. Yah, kan Novi gak bisa berbuat apa-apa gitu.
Beberapa Bulan kemudian, temen gue yang disana juga tau nomernya Novi. Terus nanyain  juga udah punya pacar belum. Yah, belum lah. Gimana sih. Novi kan sayangnya sama dia. Dan dia belum juga datang sama Novi. Ihh gimana sih. Yah. Novi jawab jujur aja. Terus dia bilang kalo dia itu udah punya pacar. Aku sih sedih. Dan katanya tau gak, pacarnya itu yah dia. Temen gue. Temen gue, Temennnnnnnnnnn gue, Ngerti gak sih? Temenn. Yahh,, boleh di bilang saat itu gue kecewa. Kecewa berat. Ya udahlah ya. emang mungkin dia bukan untuk ku. Kayak lagunya Yovie and Nuno. ahahaha.
Udah berapa lama sejak aku denger berita itu tapi rasa itu gak pernah hilang. Ih. di hati gue masih ada dia. Dan dia orang yang paling lama aku suka dan orang yang orang yang paling gak bisa Novi lupain....... Dan kali ini katanya dia juga pacaran sama yang namanya Novi juga. Hadehh.. miris bener kisah cinta sayaaaa.
Ceritanya gini, katanya sih si dia nyuruh kasih salam sama Novi melalui adiknya. Temen akrab aku waktu. Masih inget kan. Yang waktu si adeknya itu manja sama dia. *Ini juga cerita aku tau dari dia karena adeknya itu cerita sama aku. Hahaha. ternyata salah Novi. Aduhh,, Aku cuma bisa tersenyum pahit aja. Dan sampe sekarang kami gak pacaran.. hahah. Berakgir sudah akhirnya, Walaupun banyak yang saya pototng-potong juga ceritanya. *Gila juga kalo selama beberapa tahun mau aku ceritain semua. Bisa jebol ni keyboard.. haha, Udah ah. See you next story, Sobat..

Rabu, 27 November 2013

Let It Be My Secret



Berjalan menyusuri jalan setapak yang sunyi dan dengan jiwa yang sendiri pula membuatnya seakan berada dalam semudra dengan dia sebagai satu-satunya penyelam sedangkan yang lainnya hanya ikan-ikan dan terumbu karang, yang hanya bisa medengarkan tanpa memahami. Yang hanya bisa mendengarkan tanpa mengerti. Yang hanya bisa membisu tanpa memberi arti apa yang sebenarnya terjadi disini. Disini. Ya, di hatinya. Dihatinya yang paling dalam. Ditambah lagi, wajah muram yang terlukis jelas di wajahnya menambah suasana pilu bagi siapa saja yang memandangnya. Aku tak habis pikir, kenapa hal itu bisa terjadi padanya? Anak yang selalu terlihat tersenyum dan ceria bahkan selalu membagi rasa bahagia pada setiap orang yang ditemuinya. Kini, ia bersedih. Namun, tiada seorang teman pun datang menghampiri untuk mengobati luka itu. Tiada seorang teman pun yang datang untuk berbagi bahagia. Tiada seorang teman pun yang datang untuk megukir kembali seulas senyum yang lama tak menghiasi wajahnya itu. Tiada seorang teman pun yang datang untuk sekedar menanyakan apa yang sedang membuatnya seperti ini.
“Mungkinkah luka yang tak kasat mata sedang memenuhi relung hatinya?” Batinku menerka-nerka. Kulihat lagi dia, kepalanya yang menunduk menandakan bahwa ia memang benar-benar bersedih. Benar-benar bersedih atas apa yang menimpanya. Namun, aku tak tahu apa itu. Ingin sekali rasanya aku mengetahui hal itu. Aku ingin menanyakan hal itu langsung padanya. Namun aku takut hanya akan menambah lukanya. Lukanya yang mungkin tak mampu terobati hanya dengan aku yang menanyainya.
“ Haruskah?” tanyaku pada diriku sendiri. Haruskah aku bertanya? Haruskah? Haruskah aku peduli di saat orang-orang tak peduli. Haruskah aku memberikan sekeping hati untuk menyatukan kembali hati yang hancur itu. Entahlah, semua ini terlalu berat. Ingin aku memberikannya namun dia seperti tak peduli padaku. Jadi, aku bingung. Tak tahu harus berbuat apa. Aku kumpulkan segenap tenaga dan keberanian untuk menanyakan hal itu. Perlahan aku mendekat dan mengucapkan beberapa kata.
“Kau... kenapa? Apa yang telah terjadi? Tanyaku hati-hati, takut jika salah ucap.
“Aku???” jawabnya singkat.
“Iya..”jawabku.
“Kau ingin tahu? Kenapa kau peduli aku? Aku tak berharap seorang peduli terhadapku karena aku tak berharap balasan atas semua yang kulakukan. Atas tawa mereka. Atas segalanya.”
“Aku tidak bermaksud seperti itu. Tidak bolehkah jika aku ingin peduli padamu? Aku ingin melakukan hal yang sama seperti yang kau lakukan. Aku ingin tersenyum, bercerita, tertawa dan bahkan melakukan apa pun bersamamu. Mengukir kenangan indah yang tak terlupakan dan akan mengingatnya sampai kapan pun. Aku inginkan itu, Sa. Aku inginkan itu. Tidakkah kau mendengarku? Aku berbicara padamu?” aku sedikit mengeraskan suaraku karena dari tadi dia terlihat tidak mendengarkanku. Aku seperti berbiara pada patung. Dia hanya bisa diam dan diam dan terus saja menunduk. Ya, masih kulihat wajah sedih itu. Tapi, bagaimana aku tidak tahu harus bagaimana lagi agar senyum itu kembali. Jujur, aku merindukan senyum itu.
            Berulang kali aku berusaha berbicara padanya, tak ada jawaban. Hanya diam dan sesekali suara ranting pohon berderit karena angin menyahut beberapa penggal kataku. Sedikit kesal memang, tapi aku hanya bisa tersenyum. Aku tidak bisa memaksa. Kemudian aku duduk disebelahnya. Aku diam. Kali ini, aku akan mencoba diam seperti dia. Mungkin berfikir seperti tidak ada orang disampingku. Anggap saja aku sendiri di ujung jurang.
            Cukup lama kami berada dalam suasana seperti itu, canggung memang. Seperti suasana orang yang tidak saling mengenal. Kami mengabaikan satu sama lain. Namun akhirnya dia memutuskan untuk bicara. Kali ini, aku mendengarkannya dengan seksama walaupun tanpa menatap matanya. Aku perhatikan kata demi kata yang di ucapkannya.
“Aku.. Maafkan aku, Ta.”
Apa yang harus aku maafkan darimu, kau tidak bersalah apa-apa. Jangan meminta maaf seperti itu. Apa yang terjadi? Aku harap kau menceritakannya padaku! Tumpahkanlah semua rasa yang memenuhi relung hatimu itu. Aku siap mendengarkannya. Aku siap.”
“Kau yakin ingin mendengarkannya? Ini masalah begitu pribadi. Let it be my secret. Aku juga takut kau akan…” aku langsung memotong pembicaraannya tanpa menyuruhnya melanjutkannya. Aku menarik nafas dalam kemudian menghembusakannya kasarr.
“Kenapa kau seperti ini? aku temanmu. Apa yang ingin kau ceritakan, Sa? Apa masalahnya?” tanyaku terheran-heran. Tidak biasanya dia bersikap seperti ini. Biasanya juga apa pun yang di alaminya akan langsung di ceritakannya padaku. Tapi kali ini, dia menutupi sesuatu dariku. Aku menerka-nerka apakah ini ada hubungannya dengan ku?. Sejuta pertanyaan bermunculan di benakku. Berbagai macam spekulasi terus melayang-layang di otakku. Mungkinkah, akankah, adakah. siapakah, apakah… Beberapa menit kemuadian suasana hening kembali menyelimuti kami. Kali ini aku berani membuka mulut. Mengungkapkan kata yang sedari tadi memenuhi otakku.
“Baiklah, I know that’s your secret. Tapi jika kau butuh seorang teman yang ingin kau ajak bicara. Kapan pun aku siap, Sa.” Aku mengakhiri percakapan itu. Aku berdiri dan melangkahkan kaki menjauh darinya.
“Mungkin dia ingin sendiri dan membutuhkan ketenangan.”pikirku tapi tanpa ku duga dia juga berdiri.
“Kau mau kemana?”tanyanya.
“Aku?”
 “Disini saja, Ta. Aku bahkan merasa lebih baik hanya dengan jika kau disini. Maukah kau tetap tinggal disini?”
“Iya.” Aku hanya bisa mengucapkan kata-kata itu. Singkat namun mengandung banyak makna.
            Kembali lagi suasana hening timbul diantara kami. Ya, kali ini aku tidak berani untuk berbicara. Aku mengunci mulutku rapat-rapat. Aku ingin dia yang memulai bicara. Ya, benar saja, tidak lama kemudian dia membuka mulutnya.
“Aku ingin meminta maaf karena aku sudah mengilangkan pena kesayanganmu kemarin, Ta.”
“Huah. Masalah begitu saja kau pake secret-secret an, Sa. Sudah, tak usah kau pikirkan.”
“Tapi kau pernah mengatakan bahwa itu dari orang yang special bagimu, Ta.” tambahnya.
“Ah, sudahlah. Kamu itu lebih penting. :D :D :D” aku menyungingkan senyuman.
            Kemudian dia tertawa, aku pun begitu juga. Aku bahagia. Sebenarnya ada kata lain yang ingin ku ucapkan padaanya. Tapi biarlah hatiku saja yang mengatakannya. Biarkan waktu yang akan menjadi saksinya. Karena aku tidak mau semua yang aku ingin katakana ini seperti daun. Akn gugur dan hilang.
https://www.facebook.com/notes/novi-yanti/let-it-be-my-secret/510742759024759