Sabtu, 12 November 2016

Senja



           Hari itu, aku banyak diam. Entahlah. Saat itu aku merasakan kegelisahan dalam batinku. Lama waktu menunggu tak pernah tiba, aku pun mencoba memberanikan diri menuliskan namanya dilayar teleponku. “Ah, kenapa tidak aktif?” batinku menerka setelah menjauhkan telepon dari telingaku. Beberapa kali ku dekatkan teleponku ke telinga untuk memastikan yang kudengar adalah kebenaran. Sebanyak aku mendekatkan teleponku ketelingaku maka semakin banyak pula aku mendengar kalimat yang tidak ingin ku dengar itu. Aku menghentikan kegiatanku itu, kemudian kembali aku memberanikan diri mengirimkan pesan di tempat lainnya, “Ah, kenapa ceklis?” batinku kembali menerka kemudian diikuti pertanyaan lain yang terus berputar dikepalaku. Khawatir, tidak, lebih dari itu. Batinku terus bertanya apakah ada yang salah denganku? Berkali-kali aku menjerit kepada batinku, sekali lagi kepada batinku, berkali-kali, untuk terus introspeksi diri mungkin ada yang sesuatu hal yang membuatnya sakit atau yang lain. Lelah bermain dengan otakku yang tak kunjung kutemukan jawaban. Aku dikejutkan dengan kemunculan statusnya beberapa detik yang lalu diberanda akun-ku. Tanpa kusadari, aku telah mengukir seulas senyum di wajahku. Senang. Iya, senang. Pesan yang ku kirim juga sudah dibaca, tapi memang tidak ada balasannya. Hehe. Tak puas rasanya dan masih terbelenggu banyak pertanyaan, beberapa kali ku berikan ide-ide ke otakku dan kuperkirakan resikonya, aku pun berfikir sebaiknya kali ini tidak hanya memanggil, ku kirim pesan berisikan kalimat pertanyaan “Pak, nomornya tidak aktif ya?”
            Pesan itu kukirm, kamar mandi seakan memanggilku. Ku letakkan teleponku diatas meja belajar kemudian dengan seegera melangkahkan kakiku ke kamar mandi sambil terus memandangi teleponku kalau-kalau datang balasan, aku akan berkata aku akan pergi mandi sebentar dan tunggu aku selesai. Sayangnya, beberapa detik ku tunda kepergianku, nihil~ wkwk. Kenyamanan ini mungkin sudah membuatku melampaui batas, mudah lupa, mudah tertidur, tidak berfikir jernih dan mementingkan diri sendiri. Benar-benar di ambang kehancuran. Entahlah. Aku tidak mengerti. Bukan, aku belum mengerti. Aku belum mengerti hal serumit ini. Ku kira sesederhana ini, melakukan yang terbaik dan mereka akan melakukan yang terbaik juga untukmu, terus menjaga perasaan mereka dan mereka akan menjaga perasaanmu juga. Ternyata tidak. Tapi tak apa. Mungkin aku masih belum melakukan yang terbaik. Bahkan aku belum melihat matahari itu menutup hari. Tak apa, aku baik-baik saja. Berjanjilah nov, kau akan memperbaiki diri lagi dan menjadi lebih baik lagi.