Minggu, 18 Mei 2025
Dewasa Dalam Diam
tenang yang menenangkan
Sabtu, 17 Mei 2025
Dalam Satu Pesan, Ada Cinta, Ada Terima Kasih, dan Ada Kesadaran
Aku tidak tahu apakah pesanku akan dibalas dengan hangat atau hanya dengan satu kata singkat. Tapi aku menulisnya dengan hati yang jernih, bukan karena ingin dikasihani, apalagi dituruti. Aku hanya ingin berbagi kabar dan meminta bantuan dengan cara yang lembut.
Aku bilang, “....., ..... adek yang terbaik. Terima kasih ya selalu berusaha dan bekerja keras.” Karena aku tahu, hidupnya tidak mudah. Dan kadang, cukup satu kalimat tulus bisa jadi penenang bagi yang sedang lelah. Mungkin dia lupa, mungkin dia tak sempat membalas panjang. Tapi tidak apa-apa. Tugasku hanya menyampaikan rasa, bukan mengendalikan balasan.
Aku juga menyampaikan rencanaku, tentang jadwal lab, tentang uji IC50, tentang fenol, dan tentang hari yang akan kujalani di Palembang. Aku tidak meminta dunia, aku meminta jiwa providernya yang selalu bijaksana itu. Tidak menuntut, hanya berharap, dalam nada yang tetap menjaga harga diriku.
Sebagai perempuan, aku belajar mencintai dengan tenang. Bukan berarti tanpa harap, tapi tanpa keterikatan pada hasil. Aku percaya, cinta yang tidak memberatkan itu ringan, tapi dalam. Dan permintaan yang disampaikan dengan hormat, bila ditolak sekalipun, tidak akan melukai.
Hari ini, aku mengingatkan diriku: cinta bukan soal dibalas sempurna, tapi tentang bagaimana kita bisa tetap penuh kasih bahkan saat tak digenggam. Karena hati yang dewasa adalah hati yang tidak memaksa, tapi tetap memberi ruang bagi cinta untuk tumbuh dengan bebas.
Jumat, 09 Mei 2025
I dream to be a kind partner
Minggu, 04 Mei 2025
Di Balik Sunyi Malam
Bercerita kepada orang lain dengan vulgar bukan style-ku. Biasanya bercerita dengan menulis, dengan bebas tanpa feedback sebelum aku selesai menggerakkan jariku. Kadang juga masih dapat ku hapus kalau-kalau apa yang kutulis tak jadi ingin kuceritakan. Sebenarnya ingin bercerita langsung, tapi aku tak terbiasa bercerita begitu. Bukan karena tak ingin... tapi karena tak tahu harus kepada siapa, kadang masih ragu. Semakin dewasa, jadi semakin belajar menyimpan semuanya sendiri—luka, lelah, bahkan tangis. Keseringan di siang hari tersenyum riang dan gembira. Menjawab semua pertanyaan dengan kepala tegak, seolah tak ada apa-apa. Tapi malam adalah ruang tempat aku melepaskan semuanya.
Mindeset sebagai anak perempuan pertama: aku tahu aku harus kuat. Harus tahan. Harus jadi tiang. Tak boleh terlihat rapuh, tak boleh terlihat butuh. Bahkan ketika segalanya terasa berat..." belum cukup hebat ku jalani. Perlu pandai-pandai membawa diri.
Sejak awal, sadar ini akan butuh perjuangan dan mungkin semuanya tidak mudah tapi bisa. Harus siap berbagai hal yang datang menghantam. Ya, ternyata aku masih suka menangis saja di malam-malam penuh ketenangan. Aku sudah sering kehilangan, beberapa kali sepeda motor lalu sudah tak terhitung kalau hanya handphone saja: tapi tidak sampai membuatku menangis begini: toh dunia semua ucapku waktu itu. Namun kehilangan kali ini membuatku terdiam cukup lama. Rasanya seperti dunia sedang bercanda, dan aku tak tahu harus tertawa atau menangis.
Setelah kehilangan yang terakhirku itu, malamnya aku menangis dalam diam. Tak ada suara. Hanya sesekali napas tercekat yang menyelinap di sela-sela doa. Aku memohon agar ini menjadi kehilanganku yang terakhir. Agar aku tetap berfikir positif, akan ada hikmah dari setiap kejadian, akan bisa membuka pemahaman baru dan mendalam tentang kehidupan.
Kadang terfikir, aku... butuh bahu untuk segalanya, yang bisa kugenggam saat dunia terasa sempit, yang mengerti tanpa menghakimi.
Izinkan aku menangis sebentar walaupun tidak berjanji untuk terakhir kalinya malam ini sambil menulis ini—rianglah besok pagi, pakailah sikapmu seperti biasa dan lanjutkan perang ini.