Senin, 21 Oktober 2013

Kepiting Yeti

TEMPO.COM, London - Kapal selam riset menemukan spesies baru yang hidup di lubang hidrotermal Samudera Hindia. "Kami menemukan jenis baru kepiting Yeti," kata Dr Jon Copley, pakar biologi kelautan dari Universitas Southampton, Inggris.

Selain kepiting, ilmuwan Inggris menemukan teripang, siput dan satwa lainnya pada perairan yang suhunya seperti air mendidih. Wilayah ini dinamakan Dragon Vent yang terletak di barat daya Samudera Hindia.

Kepiting Yeti sebelumnya ditemukan di area serupa di sebelah timur Samudera Pasifik dan sejauh ini ada dua spesies yang sudah diidentifikasi.

Namun kepiting Yeti yang ditemukan di Samudera Hindia agak berbeda. Kepiting berwarna putih dan berambut menyerupai makhluk legendaris Yeti di kutub utara ini memiliki lengan capit yang lebih panjang. "Ini adalah kali pertama kepiting Yeti terlihat di Samudera Hindia."

Teripang sebelumnya hanya dijumpai di laut dalam di timur Samudra Pasifik. Menurut Copley, ini kali pertama teripang dijumpai di tempat ini.

Lubang hidrotermal adalah semacam mata air super panas yang berada tepat di atas gunung api bawah laut. Lubang-lubang ini meletus dari dasar laut dan biasanya hanya ditemukan di kedalaman beberapa mil di bawah permukaan laut.

Air bersuhu panas dan kaya kandungan mineral menyebabkan munculnya cerobong berbatu berukuran besar, yang mendukung berbagai bentuk kehidupan di laut dalam.

Penelitian Copley merupakan bagian dari sebuah ekspedisi besar untuk mempelajari gunung bawah laut menggunakan kapal RRS James Cook, yang berlayar dari Cape Town pada tanggal 7 November dan kembali ke Afrika Selatan pada 21 Desember.

Eksplorasi Dragon Vent dilakukan di tengah perjalanan, di sebuah lokasi ditemukannya semburan air panas secara intensif selama tiga hari berturutan.

Tim penelitian Copley mengambil ratusan sampel dari 17 spesies berbeda. Seluruh spesimen telah dikirim kembali ke laboratoriumnya di Inggris untuk diteliti morfologi dan genetiknya.

"Kemungkinannya adalah bahwa akan ada beberapa spesies baru," kata Copley. "Kita belum tahu pasti sampai kita membawa mereka kembali ke laboratorium dan menganalisisnya."

Penelitian Copley diawali pada sebuah ekspedisi Cina tahun 2007 yang mengarah pertama kali ke lubang hidrotermal di punggungan barat daya Samudera Hindia. Daerah ini merupakan deretan gunung api bawah laut yang menyambung dengan punggungan Atlantik tengah hingga ke Hindia tengah.

Lokasi tersebut merupakan punggungan gunung berapi yang kurang aktif, sehingga para ilmuwan berpikir lubang hidrotermal yang dijumpai seharusnya lebih sedikit dan lebih tersebar. "Karena itu menimbulkan pertanyaan apakah kehidupan di sana berbeda secara signifikan," kata Copley.

Ia mengatakan ciri khas kehidupan di sekitar lubang hidrotermal adalah berpacu melawan waktu. Awal tahun ini, Cina memperoleh izin dari Otoritas Dasar Laut Internasional PBB untuk melakukan eksplorasi pertambangan di lubang-lubang hidrotermal di laut dalam sepanjang punggungan barat daya Samudra Hindia.

Lubang-lubang hidrotermal ini sangat kaya tembaga, emas, seng, dan uranium. "Tapi kita tidak pernah tahu apa yang sebenarnya tinggal di sana," ujar Copley.

Copley mengatakan, dalam kajian evolusi, lubang hidrotermal ibarat kepulauan di dasar laut. Seperti halnya para naturalis abad ke-19 yang pergi ke Galapagos dan pulau-pulau lain untuk menemukan spesies baru yang berbeda dengan yang ada di tempat lain, lalu menggunakannya untuk memahami pola persebaran dan evolusi.

Menurut Copley, ekspedisi ini perlu dilakukan karena eksploitasi laut dalam selalu menyalip eksplorasinya. Ia mengumpamakan, selama ini manusia selalu memancing di perairan yang semakin lama semakin dalam.

Begitu pula keberadaan minyak dan gas, yang semakin bergerak ke perairan yang lebih dalam. "Dan sekarang pertambangan mulai mengambil tempat di perairan dalam," ujarnya.

Karena itu, Copley mengatakan, jika ingin mengambil keputusan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sumber daya alam bawah laut, manusia perlu memahami bagaimana mahkluk hidup menyebar dan berevolusi di laut dalam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar