Ustadz Roni Nuryusmansyah
Dalam sebuah perjalanan panjang pulang perdana estafet dari Jember ke Palembang, saya bersama teman-teman naik bus Indralaya. Kami duduk di kursi panjang paling belakang dengan membawa koper-koper besar.
Tak lama kemudian masuklah seorang preman ke dalam bus, dia duduk persis di sebelah saya. Dia lalu menyuruh saya bergeser dengan kasar karena tempat duduknya sempit. Saya jelaskan baik-baik bahwa tempatnya sudah full memang.
Dia mengira saya etnis Tiongkok yang baru pertama ke Palembang. Setelah tahu kalau saya orang asli Kayuagung dia akhirnya melembut dan bertanya banyak tentang perjalanan melelahkan saya dari pulau Jawa.
Ketika tahu kami mahasiswa di kampus Islam dia pun cerita tentang kisah premanismenya. Semua maksiat sudah dia lakukan, termasuk konsumsi zat terlarang. Dia sudah berkali-kali kepingin berhenti, akan tetapi setiap kali ketemu teman yang sedang ngefly dia tak kuasa menahan diri dan ikut ngefly. Bahkan parahnya ketika dia mengunjungi tempat biasa ngefly dia langsung ngefly.
Saya menyimak penuh iba, sembari bilang jika ingin berubah maka berubah pula teman dan tempatnya.
Akhirnya dia sampai di tempat yang dia tuju, dan tentu saja turun tanpa bayar bus. Namanya juga preman.
Begitulah hijrah sejati, kata Syaikh Utsaimin dalam Syarh Riyadhus Shalihin dan Syaikh Shalih al Ushaimi dalam Syarh Tsalatsah Ushul, hijrah itu ada tiga:
1. Meninggalkan perbuatan buruk
2. Meninggalkan tempat yang buruk
3. Meninggalkan teman yang buruk
Kita tak akan bisa hijrah sempurna jika kita belum meninggalkan tiga hal buruk di atas. Terlalu banyak kisah hijrah yang gagal dan berbalik haluan karena hijrah hanya sebatas meninggalkan perbuatan buruk saja.
Semoga Allah senantiasa menjaga keistiqamahan hijrah kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar