Aku sempat bertanya-tanya kenapa nabiyullah Ya’qub alaihissalam diam saja terhadap kejahatan anak-anaknya saat mereka pulang ke rumah menemui beliau dengan membawa baju Yusuf yang disertai darah palsu/buatan. Terlebih beliau tidak percaya ketika melihat baju tersebut utuh tanpa robekan.
Kenapa beliau tidak pergi ke tempat terjadinya kasus percobaan pembunuhan Yusuf untuk mencari Yusuf, seperti yang dilakukan ayah mana pun jika menghadapi kasus yang sama?
Kenapa beliau tidak memaksa anak-anaknya itu untuk mengakui kesalahan dan kejahatan yang mereka lakukan terhadap saudara mereka Yusuf?
Kenapa beliau justru memilih hal tersulit yang dilakukan oleh hati?
Ya’qub berkata:
بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنْفُسُكُمْ أَمْرًا ۖ فَصَبْرٌ جَمِيلٌ ۖ وَاللَّهُ الْمُسْتَعَانُ عَلَىٰ مَا تَصِفُونَ
"Sebenarnya diri kalian sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku).. Dan Allah sajalah tempat meminta pertolongan terhadap apa yang kalian ceritakan. “ (QS Yusuf: 18)
Aku begitu terpana dengan jawaban Ya’qub yang berulang bertahun-tahun kemudian yaitu saat anak-anaknya kembali dari Mesir menemui beliau.
Ya’qub kembali berucap dengan nada yang sama:
قَالَ بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنْفُسُكُمْ أَمْرًا فَصَبْرٌ جَمِيلٌ
"Sebenarnya diri kalian sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). (QS Yusuf: 83)
Jelaslah bagiku bahwa beliau begitu yakin dengan buah kesabarannya, yaitu ayah dan anak-anaknya itu berkumpul dalam kebaikan.
Ya’qub menyebutkan harapan tulusnya:
عَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَنِي بِهِمْ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
“Aku berharap Allah mendatangan mereka semua untukku, Dialah yang Maha Mengetahui lagi Bijaksana.” (QS Yusuf: 83)
Di hadapan anak-anaknya, Ya’qub tidak menyingkap segala perasaan, keluhan dan kesedihan yang berkecamuk di dadanya, sebagai bentuk tawakkal kepada Allah. “Dialah yang Maha Mengetahui lagi Bijaksana.” (QS Yusuf: 83), ungkapnya.
Aku terkagum-kagum dengan Ya’qub karena ketegasannya dalam menyimpan pilu, derita dan kecewa di hatinya tanpa menuntut anak-anaknya untuk mengatakan apapun.
Allah menyebutkan:
وَتَوَلَّىٰ عَنْهُمْ وَقَالَ يَٰٓأَسَفَىٰ عَلَىٰ يُوسُفَ وَٱبْيَضَّتْ عَيْنَاهُ مِنَ ٱلْحُزْنِ فَهُوَ كَظِيمٌ
“Dan Ya’qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata: “Aduhai duka citaku terhadap Yusuf”, dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan dan dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya).” (QS Yusuf: 84)
Anak-anaknya begitu terheran-heran dengan kesabaran sang ayah hingga mereka bertanya-tanya.
تَٱللَّهِ تَفْتَؤُا۟ تَذْكُرُ يُوسُفَ حَتَّىٰ تَكُونَ حَرَضًا أَوْ تَكُونَ مِنَ ٱلْهَٰلِكِينَ
"Demi Allah, senantiasa anda mengingati Yusuf, sehingga anda mengidap penyakit yang berat atau termasuk orang-orang yang binasa". (QS Yusuf: 85)
Ya’qub pun berujar:
قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
"Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kalian tiada mengetahuinya". (QS Yusuf: 86)
Dari penggalan kalimat Ya’qub tersebut, nampaklah bagiku bahwa Ya’qub telah diwahyukan oleh Allah. Allah memerintahkan Ya’qub untuk diam semenjak awalnya. Ya’qub pun menyimpan sedih dan kegudahan terbesarnya di hati bertahun-tahun lamanya hingga matanya buta akibat kesedihan. Dan ini, tanpa ia adukan kepada manusia walau sepatah kata pun.
Nampaklah olehku pula bahwa anaknya, Yusuf alaihissalam, telah diwahyukan oleh Allah sejak mereka, saudara-saudaranya, membawanya ke dalam hutan dan menjerumuskannya ke dalam sumur.
Yusuf alaihissalam mengetahui bahwa di balik semua makar yang diarahkan kepadanya terdapat hikmah ilahiyyah bahwa kelak akan tiba hari-hari yang Allah janjikan:
لَتُنَبِّئَنَّهُمْ بِأَمْرِهِمْ هَذَا وَهُمْ لا يَشْعُرُونَ
“Engkau kelak pasti akan menceritakan perbuatan ini kepada mereka, sedang mereka tidak menyadari.” (QS Yusuf: 15)
Yusuf bersabar sepertinya ayahnya bersabar. Ia mampu memikul kesulitan, keterasingan dan penjara bertahun-tahun.
Ya’qub pun tidak keluar untuk mencari Yusuf. Al-Qur’an tidak menyebutkan bahwa Ya’qub meminta kepada Allah untuk memberi petunjuk tentang keberadaan anaknya.
Setelah dewasa, Yusuf alaihissalam tidak kembali menemui keluarganya. Al-Qur’an tidak menyebutkan bahwa Yusuf meminta kepada Allah agar memberi petunjuk kepada keluarganya untuk menemui beliau.
Yusuf dan Ya’qub menunggu dan menyimpan rapi semuanya. Keduanya sama-sama melaksanakan perintah Allah dan fokus menjalankan tugas kenabian yaitu menyampaikan petunjuk dan risalah kepada manusia.
Saat hari terungkap dan tersingkapnya alur kehidupan, penghilatan Ya’qub kembali normal, keluarga Yusuf kembali menemuinya, dan para saudaranya itu meminta maaf dan ampunan.
Yusuf berkata:
وَقَالَ يَا أَبَتِ هَٰذَا تَأْوِيلُ رُؤْيَايَ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَعَلَهَا رَبِّي حَقًّا
"Wahai ayahku inilah ta'bir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan.” (QS Yusuf: 100)
Yusuf pun menyebutkan nikmat-nikmat Allah yang tercurahkan untuknya, bukan menyebutkan dendam-dendam.
وَقَدْ أَحْسَنَ بِي إِذْ أَخْرَجَنِي مِنَ السِّجْنِ وَجَاءَ بِكُمْ مِنَ الْبَدْوِ
“Dan sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa kamu dari dusun padang pasir. .” (QS Yusuf: 100)
Setelah duduk di singgasana dan saudara-saudaranya bersujud kepadanya, Yusuf pula tidak menyinggung-nyinggung seorang pun di antara mereka atas kejahatan yang pernah mereka lakukan.
Bahkan Yusuf menyandarkan dan menisbatkan bahwa apa yang terjadi semuanya berasal dari syaithan (yang mengobarkan kejahatan di bumi).
Yusuf berkata:
مِنْ بَعْدِ أَنْ نَزَغَ الشَّيْطَانُ بَيْنِي وَبَيْنَ إِخْوَتِي
“ . .setelah syaitan merusakkan (hubungan) antara aku dan saudara-saudaraku.” (QS Yusuf: 100)
Yusuf tak sepatah katapun menyebutkan bahwa beliau dan ayahnya amat menderita bertahun-tahun. Beliau hanya berujar:
إنَّ رَبِّي لَطِيفٌ لِمَا يَشَاءُ ۚ إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
“Sejatinya Rabbku Maha Lembut terhadap siapa yang Dia kehendaki.” (QS Yusuf: 100)
Yusuf menyandarkan segala sesuatu kepada Allah dengan mengatakan: “Dialah sejatinya Maha Mengetahui lagi Bijaksana.”
Yusuf menyebutkan segala kenikmatan dan anugerah Allah kepadanya tanpa menolehkan pandangan terhadap ujian-ujian kehidupan yang telah berlalu:
“Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir mimpi. .” (Ayat: 101)
Dengan penuh ketawadhuan jiwa, ia berujar:
“(Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang shaleh.” (Ayat: 101)
Aku semakin meyakini bahwa para nabi adalah manusia terberat ujiannya. Akan selalu ada pihak-pihak pendukung kesesatan dan hasad hendak melaksanakan makar kepada mereka. Ujian-ujian yang terkadang bersumber dari anak, saudara dan kerabat lainnya akan mengantarkan orang shaleh mencapai derajat mulia.
Aku semakin meyakini dan memahami bahwa jalan keluar tak akan datang kecuali setelah mengerahkan sabar hingga episode telah usai.
“Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan kaumnya) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada mereka (para rasul) itu pertolongan Kami. . .” (Ayat: 110)
_____
Diringkas dan diterjemahkan dari akun Lailiy Fahd as-Syamiriy
Alih bahasa: Yani Fahriansyah
(Asrama, Ahad pagi, 25/12/2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar