1. Orangtua miskin dan membutuhkan bantuan.
2. Si anak kaya dan memiliki kelebihan nafkah setelah nafkah yang diberikannya kepada keluarganya. Syarat ini disepakati oleh para Ulama.
[Lihat: Hasyiyah Ibnu Abidin 2/678; Minahul Jalîl, 2/448; Mughnil Muhtâj, 3/446; al-Inshâf, 9/392]
Jika kedua nafkah ini bisa dipenuhi, maka wajib bagi anak untuk melakukannya. Namun jika hartanya hanya cukup untuk salah satu nafkah saja, maka nafkah istri dan anaknya harus didahulukan daripada nafkah orangtuanya; karena nafkah keluarga adalah konsekuensi dari akad nikah, sehingga merupakan hak manusia.
Sedangkan nafkah orangtua adalah bentuk kebaktian dan bantuan, sehingga masuk kategori hak Allâh Azza wa Jalla . Dan hak manusia didahulukan atas hak Allâh Azza wa Jalla ; karena hak manusia didasari musyâhhah (saling menuntut) sedangkan hak Allâh Azza wa Jalla didasari musâmahah (pengampunan).
Khusus tentang prioritas dalam nafkah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Mulailah dengan menyedekahi dirimu sendiri. Jika ada sisa, sedekahilah keluargamu. Dan jika masih ada sisa lagi berikanlah kepada kerabatmu. [HR. Muslim, no. 997]
Nafkah keluarga juga tetap wajib meski kepala keluarga jatuh miskin, sedangkan nafkah orangtua hanya wajib jika si anak mampu. Dan para Ulama telah sepakat akan wajibnya mendahulukan nafkah anak istri sebelum orangtua.
[Lihat: Nailul Authâr, asy-Syaukani, 6/381]
Allahu A’lam
🌐 almanhaj.or.id
📷 @mahasiswa.salaf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar