Minggu, 23 Juli 2017

Gadis Kecil (1) 'Sepenggal Sejarah Sekolah Dasar'


Seorang anak kecil pernah bermimpi. Anak kecil itu perempuan sehingga ayahnya memanggilnya dengan panggilan gadis kecil. Mimpi anak kecil itu tak bisa dikatakan sederhana, menjadi yang terbaik dikelasnya. Seorang anak kecil manja dahulunya, pernah bermimpi, menjadi juara pertama dikelasnya. Seorang anak kecil cengeng dimasanya, pernah bermimpi mendapatkan predikat nomor satu dikelasnya. Taulah, dahulu kala ~mereka menyebutnya ‘ranking’~ adalah segalanya, akui saja, kemana saja berpergian, posisi dikelaslah yang ditanyakan. Tetapi anak kecil itu pemalas. Anak kecil itu masih mengingat jelas, hari dimana anak kecil itu tidak pergi kesekolah karena sakit. Sakit-nya tak seberapa. Berjalan bisa, duduk bisa. Hanya panas saja. Itu pun bukan panas ‘biasa’, karena ketika anak-anak yang lain pulang dari sekolah, dia sudah pergi bermain diluar rumah. Iya, begitulah kala itu sekitar sekolah dasar kelas dua atau tiga. Lihatlah buku laporan hasil belajar anak kecil itu, sampai kelas empat semester pertama, ada saja coretan tinta pada bagian kehadiran siswa.
Masih ingat dengan jelas kala itu, entah kelas berapa, anak kecil itu rasa sekitar sekolah dasar kelas satu atau dua, yang jelas hari pertama masuk sekolah setelah libur lama, saat baju sekolah yang dipakai anak kecil itu tidak rapi terpasang ditubuhnya, anak kecil itu mengeluh, anak  kecil itu marah, anak kecil itu merengek, anak kecil itu menangis dan bertanya-tanya kenapa, sambil berkali-kali mengotak-atik baju yang melekat pada tubuhnya yang berubah berkerut ketika anak kecil itu menggerakkan tubuhnya. Kala itu anak kecil itu berdiri di depan pintu, namun ada ayahnya melihat dan mengawasi dari agak kejauhan, ayah anak kecil itu mendekat kemudian berkata “Oh, baju memang seperti itu, anakku.”seakan ayah anak kecil itu mengerti apa maksud dari tingkah anak kecilnya kemudian menjelaskan dengan tenang dan didengarkan saksama. Ayah anak kecil itu berkata jika ingin rapi tak berkerut pakai saja baju yang terbuat dari baja. Kemudian ayah anak kecil itu tertawa. Begitulah. Anak kecil itu pun bertanya kenapa harus baja. Ayah anak kecil itu menjawab karena baja keras, kaku dan tidak akan berkerut. Hiks. Begitulah. Kemudian anak kecil itu pun ikut tertawa dan mau berangkat kesekolah seakan memahami pejelasan ayahnya dan memaklumi baju yang dipakainya. Yah, anak kecil itu dibesarkan oleh orang tua yang sabarnya luar biasa, cinta dan kasihnya melimpah-ruah. Ayahnya begitu tegas dan bijaksana. Ibunya lembut serta mempesona. Pun keduanya pekerja keras pula. Herannya, dengan sifat pemalasnya anak kecil itu tak pernah keluar dari tiga besar dikelasnya, namun tidak pada posisi pertama. Tepatnya belum pada posisi pertama. (Mungkin) Itulah kenapa gadis kecil itu bermimpi untuk menjadi yang pertama.
Belajar adalah salah satu hal yang diwajibkan ayah anak kecil itu. Anak kecil itu tidak ingat bagaimana detailnya cara belajar. Yang jelas setiap hari adalah belajar-belajar-belajar. Entahlah seakan sebagian ingatan anak kecil itu hilang. Namun ada satu yang paling diingat dari proresnya belajar. Meghafalkan perkalian. Kemungkinan besar itu sekolah dasar kelas satu-lah, hari dimana jika anak kecil itu ingin pergi harus menghafalkan terlebih dahulu minimal satu perkalian kemudian diperbolehkan keluar bermain dengan hadiah uang seribu rupiah atas usaha dan keberhasilannya. Ayahnya berbaring sambil menutup mata, menunggu waktu anak kecil itu datang padanya. Tidak lama, karena anak kecil itu begitu ingin segera bermain dengan teman-temannya, kurasa. Berbahagialah anak kecil itu setelah melakukan tugasnya. Bagaimana tidak, diperbolehkan bermain dengan uang saku untuk jajan melepaskan lelah. Yah, itu benar-benar berkesan pada anak kecil itu. Dia benar-benar mengingat akan hal itu. Ayahnya, yang ketika dia balajar selalu setia menemaninya.
Tak banyak yang bisa merasakan hal yang seperti itu. Anak kecil itu kini benar-benar bersyukur untuk hal itu. Anak kecil itu pernah bertanya kepada ibunya baru-baru ini bagaimana caranya anak kecil itu belajar dahulu, ibunya pun menjawab bahwa dia anak yang ‘nakal’ dan sama saja dengan adik-adiknya yang lainnya. Yang paling tidak dipercayai anak kecil itu menangis ketika disuruh untuk belajar. Haha. Anak kecil itu benar-benar tak menyangka mengingat yang membekas dikepalanya tentang belajar perkalian bersama ayahnya.
Untuk beberapa kisah tersebut, anak kecil benar-benar tersentuh. Beberapa hal memang banyak tak diingat tetapi beberapa justru menjadi hal yang paling diingat. Apakah kalian tau? Beberapa tahun kemudian saat kelas empat semester dua, anak tersebut mampu meraih peringkat pertama di kelasnya. Untuk pertama kali, anak yang selalu juara pertama dikelasnya menjadi juara dua. Entahlah. Ku rasa tak ada sesuatu yang didapatkan tanpa usaha, bukan?
Untuk semua yang membaca cerita ini, mari sama-sama sejenak berfikir tentang masa sekolah dasar kita. Bagaimana? Apakah ada yang berkesan? Apa hal yang paling berkesan?
Sedikit kisah ini dituliskan hanya untuk berbagi cerita saja, salah satu bentuk kasih sayangku untuk orang-orang yang kuanggap penting bagiku dan belum mampu kuucapkan secara lisan kepada mereka. Kuakui aku punya caraku sendiri. Tetapi, bukan tidak mungkin aku akan belajar mengungkapkannya langsung, pelan-pelan. Aku masih belajar. Untuk saat ini, kutilskan saja dahulu. Masih prosesnya.

Anak kecil mengingat hal lainnya, acara tujuhbelasan, saat anak kecil bermain lomba balap karung. Anak kecil selalu dilombakan dengan anak yang sama (*will be contunied...)

           
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar