Seorang anak kecil pernah bermimpi. Anak
kecil itu perempuan sehingga ayahnya memanggilnya dengan panggilan gadis kecil.
Mimpi anak kecil itu tak bisa dikatakan sederhana, menjadi yang terbaik dikelasnya.
Seorang anak kecil manja dahulunya, pernah bermimpi, menjadi juara pertama
dikelasnya. Seorang anak kecil cengeng dimasanya, pernah bermimpi mendapatkan
predikat nomor satu dikelasnya. Taulah, dahulu kala ~mereka menyebutnya ‘ranking’~
adalah segalanya, akui saja, kemana saja berpergian, posisi dikelaslah yang
ditanyakan. Tetapi anak kecil itu pemalas. Anak kecil itu masih mengingat jelas,
hari dimana anak kecil itu tidak pergi kesekolah karena sakit. Sakit-nya tak
seberapa. Berjalan bisa, duduk bisa. Hanya panas saja. Itu pun bukan panas ‘biasa’,
karena ketika anak-anak yang lain pulang dari sekolah, dia sudah pergi bermain diluar
rumah. Iya, begitulah kala itu sekitar sekolah dasar kelas dua atau tiga. Lihatlah
buku laporan hasil belajar anak kecil itu, sampai kelas empat semester pertama,
ada saja coretan tinta pada bagian kehadiran siswa.
Masih ingat dengan jelas kala itu, entah
kelas berapa, anak kecil itu rasa sekitar sekolah dasar kelas satu atau dua,
yang jelas hari pertama masuk sekolah setelah libur lama, saat baju sekolah
yang dipakai anak kecil itu tidak rapi terpasang ditubuhnya, anak kecil itu mengeluh,
anak kecil itu marah, anak kecil itu
merengek, anak kecil itu menangis dan bertanya-tanya kenapa, sambil
berkali-kali mengotak-atik baju yang melekat pada tubuhnya yang berubah berkerut
ketika anak kecil itu menggerakkan tubuhnya. Kala itu anak kecil itu berdiri di
depan pintu, namun ada ayahnya melihat dan mengawasi dari agak kejauhan, ayah
anak kecil itu mendekat kemudian berkata “Oh, baju memang seperti itu, anakku.”seakan
ayah anak kecil itu mengerti apa maksud dari tingkah anak kecilnya kemudian
menjelaskan dengan tenang dan didengarkan saksama. Ayah anak kecil itu berkata
jika ingin rapi tak berkerut pakai saja baju yang terbuat dari baja. Kemudian ayah
anak kecil itu tertawa. Begitulah. Anak kecil itu pun bertanya kenapa harus
baja. Ayah anak kecil itu menjawab karena baja keras, kaku dan tidak akan
berkerut. Hiks. Begitulah. Kemudian anak kecil itu pun ikut tertawa dan mau berangkat
kesekolah seakan memahami pejelasan ayahnya dan memaklumi baju yang dipakainya.
Yah, anak kecil itu dibesarkan oleh orang tua yang sabarnya luar biasa, cinta
dan kasihnya melimpah-ruah. Ayahnya begitu tegas dan bijaksana. Ibunya lembut
serta mempesona. Pun keduanya pekerja keras pula. Herannya, dengan sifat
pemalasnya anak kecil itu tak pernah keluar dari tiga besar dikelasnya, namun
tidak pada posisi pertama. Tepatnya belum pada posisi pertama. (Mungkin) Itulah
kenapa gadis kecil itu bermimpi untuk menjadi yang pertama.
Belajar adalah salah satu hal yang
diwajibkan ayah anak kecil itu. Anak kecil itu tidak ingat bagaimana detailnya
cara belajar. Yang jelas setiap hari adalah belajar-belajar-belajar. Entahlah seakan
sebagian ingatan anak kecil itu hilang. Namun ada satu yang paling diingat dari
proresnya belajar. Meghafalkan perkalian. Kemungkinan besar itu sekolah dasar
kelas satu-lah, hari dimana jika anak kecil itu ingin pergi harus menghafalkan
terlebih dahulu minimal satu perkalian kemudian diperbolehkan keluar bermain
dengan hadiah uang seribu rupiah atas usaha dan keberhasilannya. Ayahnya berbaring
sambil menutup mata, menunggu waktu anak kecil itu datang padanya. Tidak lama,
karena anak kecil itu begitu ingin segera bermain dengan teman-temannya,
kurasa. Berbahagialah anak kecil itu setelah melakukan tugasnya. Bagaimana tidak,
diperbolehkan bermain dengan uang saku untuk jajan melepaskan lelah. Yah, itu
benar-benar berkesan pada anak kecil itu. Dia benar-benar mengingat akan hal
itu. Ayahnya, yang ketika dia balajar selalu setia menemaninya.
Tak banyak yang bisa merasakan hal yang
seperti itu. Anak kecil itu kini benar-benar bersyukur untuk hal itu. Anak
kecil itu pernah bertanya kepada ibunya baru-baru ini bagaimana caranya anak
kecil itu belajar dahulu, ibunya pun menjawab bahwa dia anak yang ‘nakal’ dan
sama saja dengan adik-adiknya yang lainnya. Yang paling tidak dipercayai anak
kecil itu menangis ketika disuruh untuk belajar. Haha. Anak kecil itu
benar-benar tak menyangka mengingat yang membekas dikepalanya tentang belajar
perkalian bersama ayahnya.
Untuk beberapa kisah tersebut, anak
kecil benar-benar tersentuh. Beberapa hal memang banyak tak diingat tetapi
beberapa justru menjadi hal yang paling diingat. Apakah kalian tau? Beberapa tahun
kemudian saat kelas empat semester dua, anak tersebut mampu meraih peringkat
pertama di kelasnya. Untuk pertama kali, anak yang selalu juara pertama
dikelasnya menjadi juara dua. Entahlah. Ku rasa tak ada sesuatu yang didapatkan
tanpa usaha, bukan?
Untuk semua yang membaca cerita ini,
mari sama-sama sejenak berfikir tentang masa sekolah dasar kita. Bagaimana? Apakah
ada yang berkesan? Apa hal yang paling berkesan?
Sedikit
kisah ini dituliskan hanya untuk berbagi cerita saja, salah satu bentuk kasih
sayangku untuk orang-orang yang kuanggap penting bagiku dan belum mampu
kuucapkan secara lisan kepada mereka. Kuakui aku punya caraku sendiri. Tetapi,
bukan tidak mungkin aku akan belajar mengungkapkannya langsung, pelan-pelan. Aku
masih belajar. Untuk saat ini, kutilskan saja dahulu. Masih prosesnya.
Anak kecil mengingat hal lainnya, acara
tujuhbelasan, saat anak kecil bermain lomba balap karung. Anak kecil selalu
dilombakan dengan anak yang sama (*will be contunied...)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar