Minggu, 15 Mei 2022

Kesiapan Menikah yang Belum Waktunya

Menangis sambil tertawa. Tidak, tepatnya menangis terlebih dahulu. Bersedih akan kelakuan diri yang tidak bisa bersabar lebih lama lagi. Akhirnya, air mata itu jatuh lagi, karena seseorang, karena diri ini sudah berharap dan menganggap serius sebuah ucapan, yang mungkin baginya sebuah candaan.

Aku memberanikan diri menanyakan tentang ocehan-ocehan pernikahan yang dilontarkannya sejak beberapa tahun silam. Ada terbesit sesekali dalam hati pertanyaan "Apakah benar yang diucapkannya?" Namun aku belum yakin, selain umurku masih dua puluh satu tahun, aku juga belum mengenalnya banyak, satu lagi, aku masih di bangku kuliah, alasan lainnya aku tidak bisa menyebutkannya, tapi lain kali, mungkin aku akan ceritakan dalam kisah yang lain. Singkatnya, akhir-akhir ini aku mulai mempertimbangkan tentang masa depan dan teman hingga kematian memisahkan. Disisi lain karena memang umur yang beberapa bulan lagi dua puluh lima tahun, sudah selesai sekolahku dan ada kerja sedikit serta ada satu usaha yang sedang kuperjuangkan.

Jadi, seingatku, mungkin awal pembicaraan pernikahan ini 2018, sejak aku masih aktif-aktifnya pada dunia olahraga yang sangat kucintai itu. Aku tidak tau persis kapan tepatnya, tapi ada beberapa peristiwa yang membuatku menjadi lebih dekat dengannya. Emm apa ya? Aku takut menuliskannya, bolehkan tidak ku tulis secara detail? Tentang kesalah-pahaman intinya. Begitulah kira-kira pada masa itu (aku tersenyum membayangkan waktu kejadian, pesan panjang tentang emosi yang meluap-luap kubaca dengan saksama, aku paham betul, karena aku sudah pernah mengalaminya waktu itu. Aku coba tenangkan, tapi aku lupa bagaimana detail reaksinya, seingatku permasalahan itu cukup panjang, karena pada waktu itu, aku mendengar cerita dari dua sisi, dari pelaku dan orang-orang yang melihat, entah kenapa, aku percaya padanya, aku ingin mendukungnya, yang paling aku ingat akhirnya, malah aku yang mendapat nasihat. Allhamdulillah).

Malam semakin larut dan aku belum menemukan jawabannya, sebenarnya takut jikalau harus menanyakan nya ulang, kalau-kalau jawabannya hanyalah candaan sedangkan aku menganggapnya serius. Akan tetapi, diam adalah bisu. Diam tidak akan ada titik temu. Diam adalah semu. Diam dalah beku. Diam dapat menyebabkan keliru. Diam tanpa jawaban akan membuat semakin terhanyut dalam perasaan jemu. Akhirnya, kecewa lebih mendalam dan sepuh. Aku harus bertanya, pikirku seperti itu. Aku kirimkan pesan. Aku utarakan alasanku, ini-itu. 

Terima kasih. Semoga dalam sehat terus ya. Alasan apa pun yang kita buat, semoga itu adalah kebenaran yang tidak mendatangkan penyesalan kemudian. Semoga Allah menjagamu selalu ❤️
Kesiapanku belum waktunya, kesiapanmu belum ada, hanya ucapan yang belum ada buktinya. Allhamdulillah. Semangat! Maksudku, apa pun itu, semoga aku bisa menjaga diriku lebih baik lagi. Agar tidak terpengaruh akan kata-kata palsu. 
Sampaikan salamku pada adek dan ibu 🤗
*emot icon canda doang katamu tapi untuk ibu benar yang kusampaikan itu.
Sekali lagi, terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar