N: "Hai, Nov. Apa kabar?" Tanyaku kepada diriku sendiri yang sambil berbaring dengan air mata yang sudah basah teringat tentang tidak bisanya aku berjumpa berkali-kali lagi.
N: "Aku sedang tidak baik-baik saja. Aku sedih, aku kecewa. Aku kangen. Aku mau jumpa." Jawabku dengan penuh air mata dengan posisi masih berbaring di kasur kesayanganku. Aku menyeka air mataku, takut-takut kalau ada yang masuk ke kamarku. Aku juga tidak kuasa menangis di malam hari karena mata akan terlihat sembab.
N: " Aku mau menangis dipelukanmu. Mau menangis sepuasnya. Mau menangis yang tidak ditahan-tahan seperti ini. Tapi tidak ada yang bisa dijadikan alasan. Menonton anime yang sedih dan menangis tersedu-sedu aku merasa malu untuk melakukannya." Ucapku pada diriku sendiri dengan terburu-buru. Pasalnya, air mataku tidak bisa berhenti sejak kemarin. Menangis yang tidak puas.
N: "Apa malam ini kita adukan saja pada Tuhan kita?" Aku tetiba saja memiliki akal begitu, kurasa Tuhan akan mendengarkanku. Sedang hal ini adalah hal yang tidak bisa ku ceritakan pada manusia. Hal ini untuk diriku sendiri dan harus ku selesaikan dengan baik.
N: "[panggilanku padanya], aku sungguh rindu, kapan aku bisa bertemu denganmu?" Aku mengirimkan pesan itu hari ini. Dan aku hanya mendapatkan emoticon disedekapkan di dada. Aku menerka apakah itu tanda penolakan atau tidak bisa menjawab. Ku harap belum bisa menjawab saja. Begitu pikirku.
N: "Aku ingin bertemu. Aku ingin mengirimkan pesan. Aku ingin bertemu. Aku ingin bilang aku rindu." Aku mengatakan hal tersebut kepada diriku. Aku boleh mengirimkan pesan sampai aku merasa puas dan lega. Aku boleh melakukannya. Aku menyemangati diriku sendiri agar tetap kuat.
N: "Semangat!"
sayamg, bisakah kita bersama di masa depan? sudah lewat satu tahun tapi aku masih saja menginginkanmu. Bolehkah?
BalasHapus